KLHK Selipkan Pemulihan Gambut dan Mangrove Masuk Agenda G20

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian LHK, Laksmi Dhewanthi
Sumber :
  • Dokumentasi KLKH

VIVA – Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian LHK, Laksmi Dhewanthi mengatakan, pertemuan kedua Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group (2nd EDM-CSWG) negara-negara anggota G20 di Jakarta resmi berakhir pada 21 Juni 2022 menjadi sangat penting. 

Prabowo Diminta Turun Tangan Lakukan Reformasi Birokrasi

Menurutnya, pertemuan kedua ini menjadi perantara pertemuan pertama di Yogyakarta dan pertemuan terakhir di Bali akhir Agustus nanti yang akan membahas Ministerial Communique. 

Untuk dapat menghasilkan Ministerial Communique tersebut, sebanyak 19 sesi workshop yang membahas tentang lingkungan hidup dan perubahan iklim telah dilaksanakan. 

Menteri LH Ungkap Kondisi Mengerikan Kawasan Banjir Bandang di Sukabumi Menurut Citra Setelit

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian LHK, Laksmi Dhewanthi

Photo :
  • Dokumentasi KLKH

“Pertemuan tadi sudah menghasilkan satu dokumen yang disebut pre-zero draft yang merupakan dokumen awal yang akan dibahas terus menerus sampai dengan nanti bulan Agustus menghasilkan suatu dokumen yang disebut Ministerial Communique of Environment and Climate and Sustainability,” ungkap Laksmi dalam keterangannya, Kamis, 23 Juni 2022.

Ketum Kadin Anindya Bakrie Sebut Indonesia Punya 'Kunci' untuk Optimis Hadapi Ketidakpastian Ekonomi Global

Laksmi menerangkan, pre-zero draft communique akan ditindaklajuti dengan beberapa pertemuan sampai dengan pertemuan tingkat menteri di Bali. 

“Pada saat ini kami belum bisa membagikan Communique-nya karena masih dalam proses, kita baru punya pre zero draft. Kita akan punya serangkaian diskusi-diskusi, pertemuan negosiasi untuk Communique tersebut, sampai nanti menjelang pertemuan ketiga di akhir Agustus di Bali,” jelas Laksmi.

Communique akan memuat elemen-elemen atau paragraf-paragraf yang mencerminkan komitmen. Laksmi memberikan contoh misalnya, nanti G20 berkomitmen untuk terus meningkatkan upaya-upaya untuk pengendalian perubahan iklim untuk atau agar bisa berkontribusi dalam menjamin kenaikan rata-rata suhu permukaan global tidak naik atau tidak lebih dari 1,5 C. 

Kemudian terdapat juga komitmen mendorong negara-negara maju untuk bisa memenuhi rencana pledge atau janjinya untuk memberikan pendanaan bagi negara-negara berkembang. 

“Communique ini merefleksikan hal-hal yang dibahas dalam pertemuan dan hal-hal yang ingin disampaikan oleh negara G20 di dalam EDM-CSWG ini sebagai komitmen, seruan, dan sebagai suatu rencana ke depannya,”  kata Laksmi.

Laksmi mengutarakan, dengan menjadi Presidensi G20, Indonesia mempunyai kesempatan untuk menetapkan agenda besar G20. Terdapat 3 agenda utama, yaitu: (1) kontribusi kepada global health architecture, terutama karena Indonesia menjadi Presidensi G20 di masa pandemi Covid-19; (2) digital transformation untuk mendukung economic growth; dan (3) energy transition. 

“Dengan ditetapkannya 3 tema ini yang kemudian diturunkan dalam masing-masing Working Group, maka Indonesia memiliki kesempatan untuk mengedepankan dan menyuarakan agenda-agenda Indonesia untuk kemudian dilakukan atau diterima sebagai agenda negara-negara G20,"

"Inisiatif yang dilakukan Indonesia selama ini di tingkat nasional akan diperkenalkan dan ditiru, serta bekerjasama dengan berbagai negara tidak hanya G20 tapi juga negara-negara mitra. Ini adalah kesempatan baik Indonesia untuk menunjukkan bahwa kita memimpin dalam beberapa agenda terkait dengan perlindungan lingkungan hidup dan kehutanan,” terang Laksmi.

Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian LHK, Sigit Reliantoro menyampaikan, dari EDM terdapat agenda dari kebijakan Presiden Joko Widodo mengenai pemulihan gambut dan pemulihan mangrove yang didorong untuk menjadi agenda G20. 

“Kita akan mendorong apa yang sudah dimiliki oleh Indonesia, kita memiliki regulasi dan technical expertise dan bukti-bukti kerja di lapangan yang dapat kita bagi terutama ke negara yang memiliki ekosistem gambut tropis, namun ide ini disambut juga oleh negara yang memiliki gambut dengan iklim sedang,” terang Sigit.

Menurut Sigit, pemulihan gambut dan mangrove tersebut merupakan isu yang sangat penting, meskipun hanya 3% dari permukaan bumi, namun peatland dan mangrove atau wetland memiliki fungsi yang luar biasa karena dapat menyerap CO2 empat kali lipat lebih besar daripada hutan tropis biasa.

“Kawasan gambut juga berfungsi sebagai pengatur air, dan mangrove berfungsi untuk pengurangan bencana seperti tsunami dan sebagainya. Itu penting bukan hanya saja bagi Indonesia namun juga bagi dunia,” ungkap Sigit.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya