Muhibah Jalur Rempah Pertemukan 4 Kesultanan Maluku
- dok Kemendikbudristek
VIVA – Muhibah Budaya Jalur Rempah 2022 yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) berhasil mencetak sejarah dengan mempertemukan empat Kesultanan Maluku Kie Raha, yaitu Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan. Pertemuan tersebut dilakukan saat gala dinner di atas geladak KRI Dewaruci yang bersandar di Pelabuhan Trikora, Tidore, 15 Juni 2022.
Pertemuan empat kesultanan ini menjadi sejarah sebab merupakan pertemuan pertama mereka setelah sekian lama. Di atas geladak kapal, empat kesultanan tersebut merundingkan dan membahas tentang pemajuan kebudayaan Maluku Kie Raha sebagai kepulauan rempah-rempah yang menjadi percontohan daerah-daerah di provinsi lain. Selain empat kesultanan Maluku Kie Raha, jamuan ini turut dihadiri oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid, Direktur Pemanfaatan dan Kebudayaan Restu Gunawan, Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru Ahmad Mahendra, serta pejabat setempat.
Sultan Ternate menegaskan bahwa pertemuan 4 kesultanan ini merupakan peristiwa bersejarah. “Kehadiran kami di geladak KRI Dewaruci merupakan pengulangan 500 tahun lalu nenek moyang kami naik ke kapal Galleon Belanda,” pungkas Hidayatullah Sjah.
“Pada 1322 bangsa Ternate membangun peradaban, memperluas peradabannya dengan membangun penataan pemerintahan yang lebih lengkap dengan membentuk konfederasi yang namanya Moluku Kie Raha, menggabungkan tiga saudaranya menjadi satu di dalam konferensi Moti. Saya yakin pada masa mendatang bahwa akan datang satu fase di mana peradaban gemilang kami akan kembali,” tegasnya.
Hal senada juga dikatakan oleh Perdana Menteri Sultan Bacan. Ia mengatakan bahwa pertemuan empat sultan di atas KRI Dewaruci juga menjadi bagian dari sejarah perjalanan rempah. “Perjalanan rempah telah dilaksanakan di sini, ada beberapa pulau yang meliputi berbagai suku dan ini disertai pula dengan adanya diplomasi. Dari diplomasi inilah muncul tata krama,” jelas Mochdar Salim Arief.
Sultan Jailolo pun turut menambahkan dan mengapresiasi dengan agenda Muhibah Budaya Jalur Rempah ini. “Apresiasi kami kepada Pak Dirjen karena telah mengimplementasikan masing-masing kerajaan. Terima kasih dengan agenda ini, kerajaan-kerajaan akhirnya bisa hadir, dan merepresentasikan budayanya,” kata Ahmad Sjah.
“Di Tidore ini, kami berterima kasih dengan agenda Muhibah Budaya Jalur Rempah ini yang mempertemukan kita semua. Inilah yang jarang sekali terjadi, kami akhirnya duduk di meja bersama, momen yang jarang sekali terjadi, empat kerajaan ini duduk bersama,” tambah Iskandar S. Alting, Jou Mayor Kesultanan Tidore.
Hilmar Farid mengapresiasi agenda yang dihelat di lokasi bersejarah penghasil rempah ini dengan menyatukan para raja. Tak luput, ia mengingatkan bahwa upaya yang kini sedang dilakukan oleh pemerintah pusat juga perlu dibantu oleh setiap elemen masyarakat, termasuk empat kerajaan ini.
“Upaya untuk melakukan pelestarian budaya itu, adalah upaya bersama. Pemerintah pusat tidak akan bisa berjalan sendiri dan memerlukan upaya bersama terus menerus, meningkatkan kolaborasi, karena harapan saya tentu pertemuan yang baik ini menjadi titik awal untuk sama-sama melihat, proses, yang akan gemilang ke depannya,” jelas Hilmar.
“Ini satu program penting, bahwa nanti dari kesultanan bisa menceritakan kisah-kisah sejarah dan berbagai hal pada anak-anak sekolah, dan ini sedang dirancang. Kita sedang merancang muatan lokal dalam pendidikan, sejarah budaya, dan muatan adat, kesenian, tradisi kita ini menjadi bagian gaya hidup anak-anak kita, sehari-hari. Bahwa nanti akan diperlukan fasilitas, hanya akan mungkin jika energi ini bisa tertancap dan diteruskan dengan semangat yang sudah kita bangun ini,” tambah Hilmar.
Sebagai informasi, Maluku Kie Raha adalah istilah untuk menyebut empat kerajaan di Maluku pada zaman bahari yang sangat berpengaruh secara politis dan ketatanegaraan, yaitu Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo. Sebagai sebuah titik penting dalam jalur pelayaran rempah, kehadiran orang asing (Jawa, Cina, Arab, dan Eropa) pada abad ke-14-17 yang membawa budaya dan bahasanya serta berinteraksi dengan budaya lokal dengan membentuk budaya.
Sejarawan Adrian B Lapian, menyebutkan Mpu Prapanca dalam Negarakertagama pada tahun 1365 menulis tentang ”Maloko” yang dapat disamakan dengan Ternate. Namun, Maluku untuk selanjutnya diterima sebagai konfederasi Maluku Kie Raha yang merupakan empat gunung di Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan.
Muhibah Budaya Jalur Rempah 2022 diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang bekerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut, dan pemerintah daerah serta berbagai komunitas budaya ini bertujuan sebagai upaya diplomasi budaya dan menguatkan posisi Indonesia sebagai poros maritim dunia serta keinginan untuk melihat narasi sejarah peradaban rempah dari geladak kapal Indonesia sendiri.
Saat ini pemerintah sedang berupaya mengajukan jalur rempah sebagai Warisan Budaya Dunia yang diakui oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) di tahun 2024 mendatang. Jalur rempah ini bukan hanya kenangan terhadap masa lalu tetapi juga memiliki arti penting untuk mengaktualisasi jalur rempah sekarang ini.
Muhibah Budaya Jalur Rempah dimulai dari 1 Juni 2022 hingga 2 Juli 2022 dengan menggunakan kapal legendaris KRI Dewaruci milik TNI AL. Kegiatan ini menyusuri enam titik Jalur Rempah yakni Surabaya, Makassar, Baubau dan Buton, Ternate dan Tidore, Banda Neira, dan Kupang serta dijadwalkan kembali ke Surabaya.
Baca juga: Ternate dan Tidore dalam Muhibah Budaya Jalur Rempah 2022