Bareskrim Sita Aset Kasus Dugaan Korupsi Lahan Cengkareng

Gedung Bareskrim Mabes Polri. (Foto ilustrasi).
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Syaefullah.

VIVA – Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Brigjen Cahyono Wibowo mengatakan penyidik telah melakukan penyitaan terhadap aset, dalam kasus pengadaan lahan untuk rumah susun di Cengkareng, Jakarta Barat era Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Aset yang disita ditaksir bernilai ratusan miliar rupiah.

Atiqah Hasiholan Kembali Bintangi Film Horor Setelah 15 Tahun

“Dari hasil pendalaman, kami bisa mengaitkan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kemudian, kami sudah melakukan aset recovery sekitar Rp700 miliar,” kata Cahyono di Mabes Polri pada Rabu, 8 Juni 2022.

Menurut dia, penyidik menaksir kerugian keuangan negara yang timbul akibat perbuatan para tersangka mencapai Rp649 miliar. Adapun tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Kepala Bidang pembangunan Perumahan dan Permukiman Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Sukmana; serta pihak swasta bernama Rudy Hartono Iskandar.

Pilih Kampanye Akbar di Cengkareng, Dharma: Kami Tak Mampu Sewa Tempat yang Mahal

Korupsi (Foto ilustrasi).

Photo :
  • http://theafricanbusinessreview.com

“Pasal yang dilanggar yakni Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” ujarnya.

MAKI Minta KPK Dalami Pertemuan Abdul Gani Kasuba dengan Anak Pengusaha Tambang

Cahyono menyebutkan, uang hasil kejahatan dalam perkara ini diduga dialihkan para tersangka menjadi aset lain. Bahkan, diduga ada korporasi yang dibuat oleh tersangka untuk modus pencucian uang. Lantaran itu, aset-aset yang ada kaitan dengan perkara ini dilakukan penyitaan.

"Tersangka (RHI) melakukan penarikan beberapa kali terhadap uang tersebut, kemudian dilanjutkan dengan melakukan penukaran terhadap mata uang asing. Kemudian, menggunakan uang untuk membeli aset di Jakarta dan aset-aset lainnya," ujarnya.

Selanjutnya, Cahyono memaparkan aset yang disita penyidik dari para tersangka antara lain uang tunai sebesar Rp1,7 miliar; tanah dan bangunan di wilayah TB Simatupang Cilandak Timur seharga Rp371,4 miliar; satu tanah lain di wilayah Cilandak Barat sebesar Rp100,3 miliar; aset tanah dan bangunan di Palmerah senilai Rp2,7 miliar.

Selain itu, aset yang disita terkait kasus dugaan TPPU yakni tanah dan bangunan di Cilandak Barat seharga Rp166,2 miliar; satu bidang tanah dan bangunan di Kuta dan Denpasar, Bali sebesar Rp57,3 miliar; saham Pondok Indah Golf yang disita dari tersangka senilai Rp1,2 miliar.

“Total nilai pemulihan aset sebanyak Rp700,97 miliar. Kami juga sudah bekerja sama dengan otoritas luar negeri FBI untuk terkait masalah yang transfer ke luar negeri," ujarnya.

Diketahui, perkara ini terkait pembelian lahan seluas 4,69 hektare dan 1.137 meter persegi di Cengkareng pada November 2015. Saat itu, Gubernur Ahok menilai pembelian lahan oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta senilai Rp668 miliar tersebut janggal.

Tanah lahan seluas 4,6 hektare itu dibeli dari pemilik sertifikat bernama Toeti Noezlar Soekarno. Untuk memperlancar proses pembelian, Toeti melalui kuasa hukumnya diduga memberikan uang sebesar Rp9,6 miliar kepada salah seorang kepala bagian di Dinas Perumahan. Uang itu sempat ditawarkan kepada Ahok, namun ditolak dan justru meminta agar transaksi tersebut dilaporkan ke KPK.

Kemudian, dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, terungkap lahan tersebut merupakan lahan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di bawah pengelolaan Dinas Perikanan, Kelautan, dan Ketahanan Pangan (DKPKP).

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya