Eks Dirut Perindo Klaim Dikriminalisasi, Tantang Jaksa Buka Audit BPK

Kuasa hukum mantan Dirut Perindo, Syahril Japarin, Maqdir Ismail.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Edwin Firdaus

VIVA – Royyan Alfaruqi, anak dari Syahril Japarin (SJ) menuding Kejaksaan Agung telah melakukan kriminalisasi terhadap ayahnya dalam kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan dan usaha Perum Perindo (Perusahaan Umum Perikanan Indonesia) Tahun 2016-2019.

Saat ini, kasus yang menyeret Syahril selaku mantan Direktur Utama Perum Perindo Tahun 2016-2017, sudah masuk proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dalam kasus tersebut, Royyan mengungkap ada beberapa kejanggalan terhadap proses hukum yang dilakukan penegak hukum. Memang, kata dia, Syahril pernah menjabat sebagai Direktur Utama Perum Perindo periode 2016-2017.

"Dari waktu terkait gugatan dimana gugatan ini kasus terjadi Perindo 2016-2019. Sedangkan, ayah hanya jabat Perindo 2016-2017. Jadi disitu ada kesan mungkin paksaan atau kriminalisasi terhadap ayah. Semoga kasus ini bisa diselesaikan dengan seadil-adilnya," kata Royyan kepada VIVA pada Selasa, 7 Juni 2022.

Selain itu, Royyan juga menyayangkan sikap jaksa penuntut umum (JPU) yang tidak mau menunjukkan hasil perhitungan kerugian keuangan negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kasus yang menyeret Syahril di Perum Perindo.

Padahal, kata dia, ayahnya sudah ditahan sejak Oktober 2021 sehingga hampir 8 bulan. Sedangkan, keluarga sama sekali tidak tahu hal apa yang memberatkan Syahril dalam perkara dugaan korupsi tersebut.

"Apalagi Tim Pak Maqdir menanyakan dari awal (hasil audit BPK), dengan gampangnya jaksa menjawab itu strategi kami. Jadi, kami bisa senyum pahit mendengar itu setelah berbulan-bulan (ayah Syahril) ditahan," jelas dia.

Jaksa tak bisa tunjukkan hasil Audit BPK

Tim Kuasa Hukum Syahril Japarin, Maqdir Ismail mengaku sampai sekarang belum pernah menerima hasil perhitungan kerugian negara atas kasus dugaan korupsi di Perum Perindo yang melibatkan Syahril Japarin.

"Sampai sekarang kita belum menerima hasil penghitungan kerugian negara yang disebut dalam dakwaan ini. Kita berkali-kali minta, pihak kejaksaan mengatakan bahwa mereka akan sampaikan perhitungan ini ketika nanti di persidangan memeriksa ahli dari BPK itu," katanya.

Harusnya, kata dia, bukti permulaan itu selalu ada di depan, apalagi menjerat seseorang dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yaitu salah satu elemen pokoknya kerugian keuangan negara.

"Menurut ketentuan UU, Putusan Mahkamah Konstitusi dan Putusan Mahkamah Agung, yang berhak menentukan kerugian itu BPK. Tapi terhadap ini, tidak pernah ditunjukkan hasil BPK itu. Kerugian negara berdasarkan hasil perhitungan BPK, bukan penyidik menghitung sendiri," jelas Maqdir.

Padahal, lanjut Maqdir, hasil laporan pemeriksaan dari BPK bahwa zaman Syahril menjadi Direktur Utama Perum Perindo 2016-2017 itu tidak ada kerugian, bagian tagihan-tagihan yang sudah jatuh tempo semua diselesaikan.

"Ini hasil pemeriksaan oleh BPK sampai 2020 yang mereka sebut sebagai hasil pemeriksaan kepatuhan. Pada saat zaman Syahril, tidak ada disebut kerugian, bahkan tagihan-tagihan jangka pendek maupun jangka panjang semua sudah tertagih," katanya.

Oleh karena itu, Maqdir mengatakan apabila jaksa bisa menunjukkan hasil audit kerugian keuangan negara dari BPK atas kasus yang didakwakan terhadap Syahril. Maka, data tersebut akan dibandingkan dengan laporan BPK atas kepatuhan era Syahril di Perindo.

"Kalau itu ditunjukkan, kita bisa bandingkan dengan laporan pemeriksaan kepatuhan yang dilakukan oleh BPK itu sendiri," ucapnya.

Namun, Maqdir menegaskan bukan ingin mencoba mendiskreditkan Kejaksaan. Akan tetapi, lebih  mendudukkan persoalan ini secara proporsional. Tentu, orang kalau mau didakwa itu  karena melakukan kejahatan, bukan karena jabatannya.

"Dalam dakwaan, Pak Syahril tidak satu perak pun disebut menguntungkan diri sendiri. Yang disebut menguntungkan diri sendiri adalah mantan Dirut pengganti Pak Syahril," ungkapnya.

Kasus Korupsi Timah, Saksi Ahli: Kerugian Negara Belum Jelas tapi Ekonomi Babel Sudah Hancur