Walhi Dukung Perbankan yang Bantu Atasi Krisis Iklim

Logo Walhi
Sumber :
  • walhi.or.id

VIVA – Manajer Kampanye Tambang dan Energi Walhi, Fanny Tri Jambore mengapresiasi keputusan BRI untuk berhenti membiayai sektor energi fosil. Walhi menilai pendanaan pada industri ekstraktif termasuk batubara dan minyak bumi selama ini menyebabkan meluasnya kerusakan sehingga membuat merosotnya kualitas lingkungan dan hilangnya sumber penghidupan komunitas lokal, dan memicu krisis iklim. 

Bahlil Sebut Subsidi BBM Bakal Disalurkan via BLT dan ke Barang, Begini Penjelasannya

Fanny mengungkapkan, lebih dari separuh luas daratan negara ini telah diambil alih oleh sektor industri ekstraktif. Setidaknya izin sektor pertambangan terus merangsek hingga menguasai setidaknya 97,7 juta hektar luas kawasan di Indonesia.

Ilustrasi sumber energi terbarukan.

Photo :
  • ANTARA
Penerapan AI dalam Membantu Industri Energi Menuju Efisiensi dan Keberlanjutan

“Pemusatan keuntungan pada segelintir tangan melalui industri energi fosil ini bertolak belakang pada upaya untuk mengatasi laju krisis iklim,” ujar Fanny dalam keterangannya, Rabu 8 Juni 2022.

Langkah BRI ini harusnya juga menjadi sinyalemen kepada Otoritas Jasa Keuangan serta sektor pendanaan lainnya untuk memperbaiki visi dan arah kebijakan pendanaan di Indonesia. 

MPR Ajak Kampus Bersinergi Selamatkan Lingkungan dan Wujudkan Udara Bebas Polusi

Sektor energi fosil, kata dia seharusnya sudah tidak lagi mendapat tempat pada taksonomi hijau, serta tidak lagi dipermudah dalam mendapatkan sokongan pendanaan. 

Lembaga keuangan yang ada sekarang harus mengambil peran dalam mitigasi perubahan iklim melalui pembiayaan ke sektor-sektor ekonomi regeneratif dan berkelanjutan, sebelum ditinggal oleh nasabah dan investor yang memiliki kepedulian terhadap bumi ini.

Hal senada juga disampaikan Koordinator Asosiasi Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) Pius Ginting. Menurut Pius, mendanai energi fosil berarti menambah penderitaan petani karena energi fosil telah menghasilkan emisi gas rumah kaca yang menyebabkan peningkatan laju perubahan iklim.

“Sedangkan Bank BRI saat ini gencar menyalurkan kredit ke sektor pertanian. Pada tahun 2021, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk tercatat menguasai 28,3% pangsa pasar (market share) penyaluran kredit ke sektor pertanian dari seluruh industri perbankan nasional,” kata Pius.

Menurut Pius, petani menjadi kelompok paling rentan terdampak perubahan iklim. Kejadian iklim ekstrim akan menyebabkan kegagalan panen dan tanam, yang berujung pada penurunan produktivitas dan produksi akibat banjir dan kekeringan,
peningkatan suhu udara, dan intensitas serangan hama. 

Ketika petani mengalami gagal panen, mereka mengalami kerugian yang besar dan mengganggu kondisi keuangan mereka dan berpotensi tidak dapat melunaskan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diberikan oleh Bank BRI. Padahal sejatinya, KUR bertujuan untuk memperkuat modal kerja para petani dan membat sejahtera kehidupan petani.

“Dengan berhenti mengalirkan kredit ke sektor energi fosil, Bank BRI membantu menekan laju perubahan iklim dan meminimalisasi potensi gagal panen sehingga akan menyelamatkan petani dari ancaman gagal membayar KUR,” tegasnya.

Andri Prasetiyo, Peneliti dari Trend Asia menambahkan, Komitmen BRI yang disampaikan oleh Direktur Utamanya, untuk menghentikan pendanaan atas batubara dan minyak adalah langkah yang sudah tepat dan sudah seharusnya dilakukan. 

Langkah ini selanjutnya tidak boleh berhenti hanya dalam bentuk
pernyataan verbal dalam forum internasional, namun harus segera dituangkan secara tertulis dalam dokumen dan kerangka acuan pembiayaan perseroan ke depannya.

Bila tidak segera mengikuti langkah ini maka bank-bank yang masih memilih mendanai energi kotor akan mendapati reputasi buruk akibat sentimen negatif dari nasabah dan publik sebab dianggap tidak sensitif dengan persoalan lingkungan.

Langkah yang dilakukan BRI ke depan tidak hanya akan membawa dampak positif bagi lingkungan, sebab secara bisnis bagi perusahaan, dengan segera berhenti mendanai sumber batubara, maka peluang untuk mengembangkan pendanaan bisnis hijau akan semakin terbuka luas dan perusahaan juga akan terhindar dari
risiko stranded asset.

“BRI tercatat mengambil bagian dalam kredit sindikasi untuk Mega Proyek PLTU Jawa 9-10 yang menelan biaya hingga 40 triliun rupiah dengan kapasitas 2.000 MW. PLTU Jawa 9-10 saat ini sedang masuk tahap pembangunan awal, bila BRI serius terhadap komitmennya, BRI juga dapat mengawalinya dengan menarik keterlibatannya dari proyek ini,” tegas Andri.

Sebelumnya, Direktur Utama Bank BRI, Sunarso mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya berkomitmen untuk menghentikan pembiayaan bagi sektor energi fosil seperti, batu bara dan minyak bumi. 

Gerakan #BersihkanIndonesia mendesak BRI untuk segera menindaklanjuti pernyataan Sunarso dengan membuat kebijakan terkait komitmen tersebut dan segera menghentikan dukungan pembiayaan pada proyek yang berjalan seperti PLTU Jawa
9&10 dan Refinancing Adaro.

Sunarso sebelumnya menyebutkan, portofolio kredit perseroan ke sektor energi fosil, terutama batu bara, yang saat ini hanya kurang dari 3% dari keseluruhan kredit BRI, dipastikan tidak akan bertambah. 

Pernyataan ini disampaikan oleh Sunarso saat
ditanya tentang kemungkinan BRI terlibat dalam pembiayaan energi fosil yang belakangan dicoba untuk didorong kembali menyusul terjadinya krisis energi global akibat pandemi dan perang Rusia-Ukraina.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya