Intip Panduan Kurban dari MUI Guna Cegah Peredaran Wabah PMK

Ketua MUI Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh.
Sumber :
  • Syaefullah/VIVA.

VIVA – Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan panduan kurban untuk mencegah peredaran wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan. 

Daftar Harga Pangan 2 Juli 2024: Beras Medium hingga Cabai Naik

Maka, MUI mengeluarkan fatwa MUI Nomor 32 tahun 2022 tentang hukum dan panduan pelaksanaan ibadah kurban saat kondisi wabah penyakit mulut dan kuku (PMK). 

Ketua MUI Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh mengatakan, umat Islam yang akan berkurban dan penjual hewan kurban wajib memastikan hewan yang akan dijadikan hewan kurban memenuhi syarat sah. Khususnya, dari sisi kesehatan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Pemerintah. 

Terpopuler: Pelaku Mutilasi di Garut ODGJ, MUI Buka Suara soal Fenomena Cek Khodam

"Umat Islam yang melaksanakan kurban tidak harus menyembelih sendiri dan/atau menyaksikan langsung proses penyembelihan," kata Asrorun Niam Sholeh di kantornya, Jakarta Pusat, Salasa, 31 Mei 2022. 

Ia meminta kepada umat Islam yang menjadi panitia kurban bersama dengan tenaga kesehatan perlu mengawasi kondisi kesehatan hewan dan proses pemotongan serta penanganan daging, jeroan, dan limbah. 

Menko PMK Sebut Pemberantasan Judi Online Libatkan Tokoh-tokoh Keagamaan

Dalam hal terdapat pembatasan pergerakan ternak dari daerah wabah PMK ke daerah lain yang menyebabkan kurangnya stok, maka umat Islam yang hendak berkurban: 

- Dapat berkurban di daerah sentra ternak baik secara langsung maupun tidak langsung dengan mewakilkan (tawkil) kepada orang lain.

- Berkurban melalui lembaga sosial keagamaan yang menyelenggarakan program pemotongan hewan kurban dari sentra ternak.

Kemudian, bagi lembaga sosial keagamaan yang memfasilitasi pelaksanaan kurban dan pengelolaan dagingnya agar meningkatkan sosialisasi dan menyiapkan layanan kurban dengan menjembatani calon pekurban dengan penyedia hewan kurban. 

"Daging kurban dapat didistribusikan ke daerah yang membutuhkan dalam bentuk daging segar atau daging olahan," ujarnya. 

Niam juga meminta kepada para panitia kurban dan lembaga sosial yang bergerak di bidang pelayanan ibadah kurban diwajibkan menerapkan prinsip kebersihan dan kesehatan (higiene sanitasi) untuk mencegah penyebaran virus PMK secara lebih luas. 

Pemerintah wajib menjamin ketersediaan hewan kurban yang sehat dan memenuhi syarat untuk dijadikan kurban bagi masyarakat muslim. Namun, bersamaan dengan itu Pemerintah wajib melakukan langkah pencegahan agar wabah PMK dapat dikendalikan dan tidak meluas penularannya. 

Umat non muslim membantu umat muslim saat penyembelihan hewan kurban di Masjid.

Photo :
  • vstory

Selanjutnya, ja juga meminta kepada Pemerintah wajib memberikan pendampingan dalam penyediaan, penjualan, dan pemeliharaan hewan kurban untuk menjamin kesehatan dan kesejahteraan hewan kurban. 

"Pemerintah wajib mendukung ketersediaan sarana prasarana untuk pelaksanaan penyembelihan hewan kurban melalui rumah potong hewan (RPH) sesuai dengan fatwa MUI tentang standar penyembelihan halal agar penyebaran virus PMK dapat dicegah semaksimal mungkin," ujarnya. 

Hukum umum 

Niam juga menjelaskan, bahwa hukum berkurban adalah sunah muakkadah bagi umat Islam yang sudah baligh, berakal dan mampu. 

"Waktu penyembelihan hewan kurban dimulai pada saat usai shalat Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah sampai pada tanggal 13 Dzulhijjah sebelum maghrib," katanya. 

Kata dia, orang Islam laki-laki yang berkurban disunnahkan untuk menyembelih sendiri atau menyaksikan langsung jika memungkinkan dan tidak ada udzur syar’i. 

"Hewan yang dijadikan kurban adalah hewan yang sehat, tidak cacat seperti buta, pincang, tidak terlalu kurus, dan tidak dalam keadaan sakit serta cukup umur," katanya. 

Sedangkan, hukum berkurban dengan hewan cacat, sakit atau terjangkit penyakit ditafshil sebagai berikut: 

- Jika cacat atau sakitnya termasuk kategori ringan seperti pecah tanduknya atau sakit yang tidak mengurangi kualitas dagingnya maka hewannya memenuhi syarat dan hukum kurbannya sah. 

- Jika cacat atau sakitnya termasuk kategori berat seperti hewan dalam keadaan terjangkit penyakit yang membahayakan kesehatan, mengurangi kualitas daging, hewan buta yang jelas, pincang yang jelas dan sangat kurus maka hewan tersebut tidak memenuhi syarat dan hukum berkurban dengan hewan tersebut tidak sah.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya