GPDRR Lahirkan Tujuh Rekomendasi Agenda Bali untuk Resiliensi
- VIVA/Ni Putu Putri Muliantari
VIVA - Forum The 7th Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022, melahirkan tujuh rekomendasi agenda Bali untuk resiliensi bencana.
Lahir Melalui Rangkaian Agenda Pertemuan
Rekomendasi tersebut lahir melalui rangkaian agenda pertemuan yang mempertemukan seluruh delegasi dari berbagai negara di Bali Nusa Dua Conventions Center (BNDCC), Bali.
GPDRR ke-7 ini mengangkat tema besar "From Risk to Resilience: Towards Sustainable Development for All in a COVID-19 Transformed World." Sebagai tuan rumah, Indonesia mengusung tema “Memperkuat Kemitraan Menuju Resiliensi Berkelanjutan.”
Manajemen Risiko Bencana
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Letjen TNI Suharyanto, menyatakan Presiden RI sebagai tuan rumah mendorong masyarakat internasional untuk meningkatkan kerjasama dalam manajemen risiko bencana melalui kolaborasi berdasarkan prinsip-prinsip penguatan budaya sadar bencana dan edukasi untuk pengurangan risiko.
"Kedua, investasi pada sains teknologi," kata Suharyanto saat upacara penutupan GPDRR di BNDCC, dikutip pada Sabtu, 29 Mei 2022.
Suharyanto menambahkan rekomendasi utama yang dihasilkan adalah penerapan pendekatan “think resilience” pada semua bentuk investasi dan pengambilan keputusan, mengintegrasikan kebijakan pengurangan risiko bencana melalui pendekatan pentaheliks.
Berikut tujuh rekomendasi agenda Bali untuk resiliensi:
Pertama, pengurangan risiko bencana perlu diintegrasikan pada kebijakan-kebijakan utama pembangunan, pembiayaan, legislasi, dan rencana pencapaian pascaagenda 2030.
Kedua, perubahan sistemik yang dapat memperhitungkan kerugian yang sesungguhnya dari bencana dan kerugian dari ketiadaan aksi, serta membandingkannya dengan investasi. Dalam pengurangan risiko bencana.
Ketiga, platform global yang diselenggarakan antara COP 26 dan 27 beberapa waktu lalu, mencermati tingkat emisi saat ini jauh melebihi upaya mitigasi.
Platform global meminta pemerintah untuk menghormati komitmen yang dibuat pada kesepakatan di Glasgow untuk meningkatkan pembiayaan dan dukungan untuk adaptasi dan resiliensi.
Meningkatkan pengurangan risiko bencana sebagai bagian dari solusi untuk mengatasi keadaan darurat seraya meningkatkan dan mencapai ambisi iklim tujuan global tentang adaptasi.
Keempat, menerapkan pendekatan partisipatif dan berbasis HAM, untuk memasukkan semua sesuai prinsip "Tidak ada apa-apa tentang kita, tanpa kita," dalam perencanaan risiko bencana dan implementasinya pada masyarakat yang berisiko.
"Harus ada komitmen ulang terhadap keterlibatan masyarakat dan pengurangan risiko bencana yang digerakkan oleh masyarakat serta mendukung struktur lokal yang ada dan membangun resiliensi," kata Suharyanto.
Kelima, platform global memberikan rekomendasi yang dapat mendukung pelaksanaan seruan Sekretaris Jenderal PBB, untuk memastikan setiap orang di muka bumi dilindungi oleh sistem peringatan dini dalam jangka waktu 5 tahun kedepan.
"Mekanisme koordinasi yang lebih baik antara para pemangku kepentingan, akan memperkuat sistem peringatan dini multibahaya khususnya di negara-negara negara berkembang pulau kecil dan wilayah Afrika," kata Suharyanto.
Keenam, potensi pembelajaran dan pandemi COVID-19 harus diterapkan sebelum jendela peluang tersebut tertutup. Untuk mendorong sistem manajemen risiko bencana yang adaptif dan responsif dengan kolaborasi multi-pemangku kepentingan disertai dengan empati, solidaritas, kerja sama, dan semangat kesukarelaan khususnya untuk mengatasi ketidakadilan.
Ketujuh, pelaporan yang komprehensif dan sistematis terhadap semua target kerangka kerja Sendai untuk memahami dengan jelas tantangan dan hambatan.
"Hal itu penting guna implementasi dan mempercepat upaya untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada 2030," kata Suharyanto.
Rangkaian pertemuan GPDRR ke-7 secara resmi berakhir pada Jumat, 27 Mei 2022, setelah dibuka oleh Presiden Joko Widodo, Rabu, 25 Mei 2022.