Pakar Hukum: Penunjukkan TNI Aktif Sebagai Penjabat Tak Konstitusional
- Antara/Widodo S. Jusuf
VIVA - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia Makassar, Fahri Bachmid, menyatakan bahwa penunjukan penjabat dari TNI aktif tidak tersedia pijakan konstitusionalnya. Hal itu menyusul pelantikan Kepala Badan Intelijen Negera Sulawesi Tengah, Brigjen TNI, Andi Chandra As’adudin, sebagai penjabat (Pj) Bupati Seram Bagian Barat.
Boleh Setelah Mundur dari Dinas TNI
Fahri menuturkan Mahkamah Konstitusi telah membuat kaidah dan menegaskan dalam putusan perkara Nomor 15/PUU-XX/2022, yang pada hakikatnya prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritannya.
Oleh karena itu, kata dia, Menkopolhukam Mahfud MD tidak perlu lagi membangun serta memperluas tafsir selain yang telah dibuat oleh MK.
"Secara konstitusional MK itu adalah lembaga negara yang satu-satunya yang diberikan kewenangan untuk memberikan tafsir konstitusional yang sifatnya mengikat semua pihak," kata Fahri melalui siaran persnya, Jumat, 27 Mei 2022.
Baca juga: TNI Boleh Jadi Pj Bupati, Mahfud MD: Putusan MK Sering Disalahpahami
Melanggar Ketetapan MPR
Fahri menyampaikan penunjukkan penjabat TNI aktif secara fundamental adalah melanggar Ketetapan MPR Nomor: X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara dan TAP MPR Nomor: VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri maupun TAP MPR Nomor: VII/MPR/2000 yang menegaskan bahwa TNI dan Polri secara kelembagaan terpisah sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing.
Selain itu, ia mengatakan jabatan ASN diisi dari pegawai ASN dan jabatan ASN tertentu dapat diisi dari prajurit TNI dan anggota Polri. Pengisian jabatan ASN tertentu yang berasal dari prajurit TNI dan anggota Polri dilaksanakan pada instansi pusat. Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Jika merujuk pada ketentuan Pasal 47 UU 34/2004 ditentukan pada pokoknya prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan,” kata Fahri lagi.
Sementara itu, lanjut Fahri, prajurit TNI aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
“Dalam hal prajurit aktif tersebut akan menduduki jabatan-jabatan tersebut harus didasarkan atas permintaan pimpinan kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan departemen (kementerian) dan lembaga pemerintah nondepartemen dimaksud," katanya.
Sedangkan, dalam ketentuan Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 ditentukan anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
Ia menjelaskan jabatan di luar kepolisian dimaksud adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kepala Polri.
Ketentuan ini sejalan dengan UU 5/2014 yang membuka peluang bagi kalangan non-PNS untuk mengisi jabatan pimpinan tinggi madya tertentu sepanjang dengan persetujuan Presiden dan pengisiannya dilakukan secara terbuka dan kompetitif serta ditetapkan dalam Keputusan Presiden.
“Selain yang telah ditentukan di atas, UU 5/2014 juga membuka peluang pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi yang dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri setelah mengundurkan diri dari dinas aktif apabila dibutuhkan dan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses secara terbuka dan kompetitif,” katanya.