5 Alasan Kemendagri Buat Aturan Baru KTP, Sebut Lonte dan Penis?

Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menerbitkan Peraturan Mendagri (Permendagri) Nomor 73 Tahun 2022 tentang pedoman pencatatan nama pada dokumen kependudukan.

Wamendagri Bima Arya Tegaskan Infrastruktur Digital Harus Inklusif dan Berdampak pada Kesejahteraan

Peraturan ini dibuat untuk mengatur terkait batasan pencatatan nama dalam dokumen kependudukan. Beberapa hal yang diatur dalam Permendagri ini adalah menyangkut penulisan nama yang tidak boleh kurang dari dua kata, minimal dua kata, tidak boleh singkatan, tidak multitafsir dan tidak bermakna negatif.

Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh menyampaikan, pencatatan nama pada dokumen kependudukan perlu diatur sebagai pedoman bagi penduduk dan pejabat yang berwenang melakukan pencatatan pelayanan publik. 

Wamendagri Bima Arya: Validitas Data Dukcapil Kunci Sukses Indonesia Emas 2045

Berikut VIVA telah merangkum 5 alasan Mendagri terkait pedoman pencatatan nama pada dokumen kependudukan.

1. Menghindari nama yang bertentangan dengan norma kesusilaan

Jelang Pencoblosan Pilkada, DPR Minta Dukcapil Buka 24 Jam

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan dalam siaran tertulisnya contoh-contoh nama yang dianggap tidak layak dalam penulisan catatan kependudukan, bahkan ia juga menyebut ada nama anak Penis dan Vagina.

Banyak pula nama yang bertentangan dengan norma kesusilaan, contoh Pantat, Aurel Vagina, Penis Lambe. Ada juga nama yang merendahkan diri sendiri dan bisa menjadi bahan perundungan, contoh Erdawati Jablay Manula, Lonte, Asu, Ereksi Biantama," kata Zudan dikutip dari dukcapil.kemendagri Selasa 24 Mei 2022

2. Menghindari nama 1 huruf

Ada pula nama yang terdiri dari satu huruf saja, yang dianggap dapat menyulitkan anak dalam mendapatkan pelayanan publik di kemudian hari. Zudan juga memberikan contoh nama-nama yang hanya satu huruf tersebut.

Terdapat pula nama yang terdiri dari satu huruf dan nama yang disingkat sehingga dapat diartikan berbagai macam, contoh A, M Panji, A Hakam AS Arany, K D Katherina Hasan” ungkap Zudan

Ia juga menyarankan jika ada masyarakat yang ingin menamai anaknya dengan satu huruf atau satu kata, harap diimbau untuk minimal dua kata. Alasan minimal dua kata menurut Zudan adalah demi mengedepankan masa depan anak.

Contoh ketika anak mau sekolah atau mau ke luar negeri untuk membuat paspor minimal harus dua suku kata" tandas Zudan

3. Menghindari nama yang terlalu Panjang

Menurutnya nama tidak usah terlalu panjang, terpenting mudah dibaca, jumlah huruf paling banyak 60 karakter termasuk spasi dan nama paling sedikit 2 kata. Zudan juga memberi contoh nama yang sangat panjang yang ia anggap dapat menyulitkan anak di kemudian hari

"Contoh Ikajek Bagas Paksi Wahyu Sarjana Kesuma Adi, Emeralda Insani Nuansa Singgasana Pelangi Jelita Dialiran Sungai Pasadena” ungkap Zudan

4. Mempermudah pelayanan publik

Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan anak dalam pelayanan publik lainnya. Zudan memberi contoh saat pendaftaran sekolah.

Ketika si anak diminta guru menyebutkan namanya, dalam pembuatan ijazah, paspor dan lain sebagainya.

5. Melindungi anak dari nama berkonotasi negatif

Zudan menilai nama yang berkonotasi negatif akan membebani orang seumur hidup.

"Nama-nama yang bermakna negatif, bertentangan dengan norma agama, kesopanan, dan kesusilaan akan menjadi beban pikiran terhadap perkembangan anak sampai ia dewasa, seumur hidup, bahkan sampai dia berketurunan," ujarnya.

Zudan juga menyampaikan aturan tersebut hanya bersifat imbauan. Namun, petugas pencatatan dan kependudukan sipil tetap diminta untuk terus menyosialisasikan agar masyarakat mencatatkan nama sesuai aturan yang ditetapkan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya