Ketua KPK Jelaskan Alasan Jemput Paksa Wali Kota Ambon

Ketua KPK Firli Bahuri
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri membeberkan alasan pihaknya melakukan penjemputan paksa terhadap Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy (RL).

KPK Buka Peluang Jerat Keluarga Rafael Alun di Kasus TPPU

Richard dijemput paksa di salah satu Rumah Sakit Swasta yang berada di wilayah Jakarta Barat.

Firli menjelaskan bahwa Richard sempat meminta untuk penundaan pemeriksaan terhadap dirinya. Namun, kata Firli, pihaknya curiga dan dirinya mengirimkan tim penyidik KPK untuk mengecek Richard.

KPK Sebut Pengacara Gubernur Kalsel Bisa Dijerat Perintangan Penyidikan

Baca juga: KPK Tangkap Wali Kota Ambon, Diduga Terima Suap Rp500 Juta

"Sebelumnya yang bersangkutan meminta penundaan pemanggilan dan pemeriksaan hari ini karena mengaku sedang menjalani perawatan medis namun demikian Tim Penyidik berinisiatif untuk langsung mengkonfirmasi dan melakukan pengecekan kesehatan pada yang bersangkutan," ujar Firli dalam jumpa pers di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 13 Mei 2022.

Belum Terbitkan DPO, KPK Mengaku Masih Bisa Temukan Gubernur Kalsel Sahbirin Noor

Dari pengecekan langsung tersebut, lanjut Firli, ternyata ditemukan bahwa Richard terlihat sehat dan tidak mengalami kendala sakit.

"Dari hasil pengamatan langsung tersebut, Tim Penyidik menilai yang bersangkutan dalam kondisi sehat walafiat dan layak untuk dilakukan pemeriksaan oleh KPK. Tim Penyidik selanjutnya membawa RL ke Gedung Merah Putih KPK guna dilakukan pemeriksaan lebih lanjut," kata Firli.

Ketua KPK Firli Bahuri

Photo :
  • ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

KPK pun menetapkan Richard dan dua orang lainya sebagai tersangka dugaan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail AlfaMidi tahun 2020 di Kota Ambon dan penerimaan Gratifikasi.  

Kedua orang tersangka lainnya yakni Karyawan AlfaMidi Kota Ambon, Amri (AR) dan Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon, Andrew Erin Hehanussa (AEH).

Atas perbuatannya tersebut, Richard dan Andrew disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan, Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya