Kemenkes Diminta Gunakan Vaksin Halal, Jangan yang Kadaluarsa

Anggota DPR & Ketua Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay.
Sumber :
  • Dok. DPR.

VIVA - Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay, meminta Kementerian Kesehatan selektif dalam pengadaan vaksin. Selain harus wajib yang halal sesuai amar putusan MA, juga harus memperhatikan masa kadaluarsa vaksin.

Angka Pneumonia Anak Masih Tinggi, Inilah Jadwal Imunisasi Terbaru dari IDAI untuk Vaksin PCV

Kemenkes Harus Selektif

"Kemenkes mau tidak mau harus selektif. Selain untuk menghindari kadaluarsa, Kemenkes juga harus memilih dan membeli vaksin halal. Pengadaan vaksin halal ini adalah amanat dari putusan judicial review di MA," kata Ketua Fraksi PAN ini dalam siaran pers diterima wartawan, Jumat, 29 April 2022.

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19

Pelaksanaan vaksinasi COVID-19 (foto ilustrasi).

Photo :
  • vstory

Saleh juga mengingatkan dikarenakan sudah ada putusan MA, sudah semestinya Kemenkes tidak menerima hibah vaksin non-halal. Harus tegas dan cepat mengadakan vaksin halal.

Bio Farma Raih Kontrak Ekspor Vaksin Rp 1,4 Triliun, Erick Thohir Dorong Produksi

Baca juga: Pemerintah Didesak Laksanakan Putusan MA Terkait Vaksin Halal

Perhatikan Masa Kadaluarsa Vaksin

Saleh meminta Kemenkes untuk memperhatikan masa kadaluarsa vaksin. Sebabnya, dalam rapat terakhir dengan Kemenkes, biofarma, dan BPOM minggu lalu, dilaporkan adanya vaksin yang sudah kadaluarsa.

"Jumlahnya mencapai 19,3 juta dosis vaksin. Tidak hanya itu, diperkirakan bahwa pada bulan April dan awal Mei, vaksin kadaluarsa bisa mencapai 50 juta dosis, bahkan lebih," kata mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah itu.

Anehnya, lanjut Saleh, vaksin kadaluarsa itu diperiksa kembali oleh BPOM. Lalu, diperpanjang masa waktu berlakunya. Yang semestinya sudah kadaluarsa, ada yang diperpanjang dan diperbolehkan untuk disuntikkan lagi.

"Teman-teman komisi IX banyak yang mempertanyakan. Kalau memang bisa diperpanjang, mengapa ada masa kadaluarsa. Dengan perpanjagan itu, definisi kadaluarsa (expired date) menjadi kabur dan tidak jelas," kata Anggota Dewan dari Dapil Sumut II ini.

Diminta untuk Tegas

Dalam konteks itu, kata Saleh, Kementerian Kesehatan diminta untuk tegas menghindari penggunaan vaksin yang sudah kadaluarsa. Harus dipastikan bahwa vaksin yang diberikan ke masyarakat adalah vaksin terbaik dan sesuai ketentuan. Dalam logika awam, bagaimana pun vaksin kadaluarsa pastilah memiliki risiko tertentu.

Sejalan dengan itu, lanjut Saleh, Kementerian Kesehatan diminta agar selektif dalam menerima hibah dan membeli vaksin. Penerimaan hibah dan pembelian vaksin pasti menggunakan APBN.

Anggaran yang digunakan tidak sedikit. Sampai sejauh ini, biaya pembelian vaksin sudah mencapai lebih dari Rp32 Triliun. Angka ini belum termasuk biaya handling dan distribusi vaksin hibah. Kalau ada yang kadaluarsa dan tidak terpakai, tentu akan ada kerugian negara yang cukup besar.

"Sederhananya, kalau mau menerima hibah, kemenkes harus memastikan dulu bahwa masa kadaluarsanya masih lama dan vaksinnya halal. Kalau mau beli, dipastikan halal dan dipilih yang masa kadaluarsanya lama. Dengan begitu, kebutuhan pada vaksin halal terpenuhi dan waktu untuk menyuntikkannya cukup. Tentu semua itu harus didasarkan pada ketentuan pelaksanaan vaksinasi sebagaimana diarahkan oleh para ahli epidemolog dan ITAGI," katanya.

Empat Fatwa MUI Terkait Vaksin COVID-19

Sebelumnya Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Ni'am Sholeh, menyebutkan saat ini sudah ada empat fatwa MUI yang berkaitan dengan vaksin COVID-19 dan sudah ditetapkan kehalalannya. Adapun Vaksin COVID-19 yang sudah mendapatkan fatwa halal MUI yakni Sinovac, Zifivax, Merah Putih, dan Sinopharm.

Juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito, menyebut putusan terbaru Mahkamah Agung telah menjadi payung hukum untuk penyediaan vaksin COVID-19 halal di Indonesia. Namun pemerintah hanya menyediakan Sinovac sebagai vaksin halal sesuai putusan MA tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya