NU Usul Ubah Kriteria Hilal Hindari Perpecahan akibat Beda Idul Fitri
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Pemantauan anak bulan atau hilal untuk menentukan 1 Syawal 1443 Hijriah akan dilaksanakan secara serentak pada Minggu, 1 Mei 2022. Dari hasil rukyat itulah sidang isbat akan memutuskan Hari Raya Idul Fitri jatuh pada Senin, 2 Mei 2022, atau lusanya, Selasa, 3 Mei 2022.
Mengacu pada kriteria yang ditetapkan oleh Kementerian Agama dan Nahdlatul Ulama (NU) pada saat penentuan 1 Ramadhan satu bulan lalu, syarat untuk melakukan rukyatul hilal ialah ketinggian anak bulan minimal tiga derajat dengan sudut elongasi minimal 6,4 derajat.
Soal ketinggian hilal tidak ada masalah. Sebab, kata Ketua Pengurus Wilayah Lembaga Falakiyah NU (LF NU) Jawa Timur Shofiullah atau Gus Shofi, saat hilal dipantau pada 1 Mei nanti ketinggiannya di atas empat derajat. Artinya, memenuhi syarat minimal tiga derajat.
“Ketinggian hilal nanti semuanya di atas 4 derajat. Di Surabaya sendiri 4,3 derajat, begitu pula di Condrodipo [Gresik ketinggian hilal juga] 4,3 derajat,” katanya dihubungi VIVA pada Rabu, 27 April 2022.
Yang berpotensi menimbulkan benih perbedaan pandangan, juga keputusan, ialah pada sudut elongasi hilal. Sudut elongasi, menurutnya, berkaitan dengan seberapa tebalnya hilal saat dipantau. Makin tinggi derajat elongasi, maka kian tebal penampakan hilal.
Masalahnya, dia berpendapat, tentang itu muncul dua pendapat. Ada yang mengusulkan berpatok pada sudut elongasi berbasis geosentris, ada pula yang mengusulkan menggunakan sudut elongasi berbasis toposentris. “Geosentris diukur dari titik pusat Bumi, kalau toposentris dari permukaan Bumi."
Bila berbasis geosentris, kata Gus Shofi, maka sudut elongasi hilal, terutama bila dipantau dari Jawa Timur, sudah memenuhi syarat 6,4 derajat. Di Surabaya sudah 6,5 derajat. Namun bila menggunakan usulan toposentris, sudut elongasi hilal di bawah 6,4 derajat, yang artinya itu tidak memenuhi kriteria yang disepakati.
NU, dia menjelaskan, mendorong agar pemerintah menggunakan patokan sudut elongasi berbasis geosentris. Dengan begitu syarat minimal sudut elongasi dan ketinggian hilal akan terpenuhi. Dengan begitu, apabila pada 1 Mei 2022 ada tim rukyat yang melihat hilal, maka 1 Syawal 1443 Hijriah jatuh pada keesokan harinya, 2 Mei 2022.
Potensi perpecahan justru akan terjadi apabila pemerintah menggunakan usulan sudut elongasi berbasis toposentris, karena tidak akan memenuhi syarat yang ditetapkan. Bila itu yang dipakai, maka 1 Syawal 1443 Hijriah akan jatuh pada 3 Mei 2022, kendati ada tim rukyat yang melihat hilal.
Nah, menggunakan usulan sudut elongasi berbasis toposentris, menurut Gus Shofi, rentan perpecahan. Apalagi, berdasarkan metode hisab wujudul hilal, Muhammadiyah sudah menetapkan bahwa 1 Syawal jatuh pada 2 Mei 2022. “Jadi, kenapa NU mengusulkan sudut elongasi berbasis geosentris, sebenarnya untuk mencegah perpecahan,” ujarnya.