YKMI Sebut Putusan MA Soal Vaksin Halal Bukan Rekomendasi

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) saat menggelar konferensi pers.
Sumber :
  • Dok. YKMI.

VIVA - Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) menilai pemerintah sengaja tidak mematuhi putusan Mahkamah Agung terkait kewajiban menyediakan vaksin halal untuk program vaksinasi di Indonesia.

Sosok Pejabat PN Surabaya Inisial R yang Susun Hakim Vonis Bebas Ronald Tannur Diusut MA

Ilustrasi Vaksinasi

Photo :
  • ist

Putusan MA Final dan Mengikat

KY Asumsikan Zarof Ricar 'Mainkan' Seribu Perkara hingga Raup Rp1 Triliun, Begini Respons MA

Alasannya, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan Kementerian Kesehatan menghormati putusan Mahkamah Agung Nomor 31P/HUM/2022 dan menganggap itu hanya rekomendasi untuk penyediaan vaksin halal dalam program vaksinasi nasional.

"Kami tegaskan putusan MA itu bukan rekomendasi. Tapi perintah Mahkamah Agung RI putusan wajib mengikat dan final bagi pemerintah untuk melaksanakannya. Jika pemerintah mengatakan itu rekomendasi, maka ada kemungkinan pemerintah untuk tidak menjalankan putusan MA tersebut. Kami akan siapkan langkah hukum jika sikap pemerintah masih tetap seperti itu," kata Pembina YKMI, KH Jamaluddin F Hasyim, kepada wartawan, Selasa, 26 April 2022.

MA Nyatakan Tiga Hakim Kasasi Kasus Ronald Tannur Tak Terbukti Langgar Etik

Selain itu, Kiai Jamal yang juga Ketua Umum Koordinasi Dakwah Islam (KODI) DKI Jakarta menegaskan bahwa vaksin yang sudah mendapatkan fatwa halal dari MUI itu ada Sinovac, Zifivax dan Merah Putih dengan anggaran pemerintah. Kemudian ada juga Sinopharm yang digunakan sebagi vaksin gotong royong atau berbayar.

"Tapi mengapa pemerintah hanya memasukkan Sinovac saja sebagai vaksin booster dengan anggaran negara? Kalau pemerintah mau supaya kebutuhan dosis vaksin halal terpenuhi sesuai jumlah penduduk muslim, maka pakai semuanya vaksin halal yang ada," katanya.

Tak Gunakan Argumen Keterbatasan Vaksin Halal

Dia pun mengingatkan pemerintah tidak menggunakan argumen bahwa Pfizer, Moderna, AstraZeneca, Johnson-Johnson boleh digunakan oleh masyarakat muslim karena keterbatasan vaksin halal ataupun alasan darurat. Argumen tersebut sudah ditolak oleh MA.

"Argumen itu sudah disampaikan sebagai bantahan kepada MA, tapi argumen tersebut sudah ditolak. Jadi jangan lagi menggunakan dan memaksakan argumen yang sama. Amar putusannya jelas bahwa pemerintah wajib menyediakan vaksin halal untuk masyarakat muslim. Tidak lagi ada penafsiran alasan darurat ataupun alasan negara muslim lainnya masih menggunakan Pfizer Moderna AstraZeneca Johnson-Johnson," katanya lagi.

Dia menambahkan jika pemerintah masih tidak mematuhi putusan MA, maka ini akan berdampak besar pada tatanan masyarakat Indonesia. Selain itu, katanya, jika hanya sinovac yang digunakan sebagai vaksin booster halal, maka bagaimana dengan vaksinasi anak.

"Kemenkes jangan berdalih alasan darurat dan lainnya, ada ketidak konsistenen Kemenkes, di Rapat Panja Komisi IX DPR RI, Sinovac khusus untuk vaksin anak dan tidak mencukupi untuk booster, sekarang berdalih untuk booster vaksin, ini semakin menunjukkan amburadulnya manajemen vaksin. Ini harus segera ada audit investigatif dari BPK RI," tutur Jamal.

Ilustrasi. DPR RI akan menggelar rapat paripurna DPR RI

Baleg DPR Setujui RUU DKJ Dibawa ke Rapat Paripurna

Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyetujui Revisi Undang-Undang nomor 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) dibawa ke Rapat Paripurna.

img_title
VIVA.co.id
18 November 2024