Aktivis Perempuan Islam Sambut UU TPKS, Sebut Ini Bukti Negara Hadir
- Istimewa
VIVA – Setelah DPR dan pemerintah menyetuji UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) pada Selasa kemarin 12 April 2022, cukup mendapat respon positif. Terutama dari mereka yang selama ini bergerak dalam bidang ini.
Seperti Ai Rahmayanti, Ketua Umum Rumah Perempuan dan Anak (RPA) yang juga dikenal sebagai tokoh perempuan Islam. Setelah Ketua DPR Puan Maharani mengetuk palu tanda disahkannya UU TPKS, menurutnya menjadi harapan besar bagi payung hukum perlindungan terhadap perempuan. Yang selama ini, cenderung menjadi objek terutama dalam kekerasan seksual.Â
"Disahkannya UU itu pertanda baik karena negara memang wajib hadir menjamin perlindungan perempuan yang selama ini kerap menerima kekerasan seksual," kata Ai Rahmayanti, Rabu 13 April 2022.
Dia menjelaskan, dalam Islam tidak kurang landasan dan pijakan yang relevan dalam hak asasi perempuan. Mengangkat martabatnya dan menjauhkan perempuan dari tindakan dan perlakuan kekerasan.
Ia juga mengutip ayat dalam Alquran yakni Surah Al Nur ayat 33. Dimana diperintahkan untuk menjaga kesuciannya jika memang belum mampu menikah. Dan melarang untuk memaksa perempuan menodai mereka padahal perempuan mengharapkan kesucian.
Mantan Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (Kopri), melihat disahkannya UU TPKS perlu disambut sebagai perlindungan terhadap perempuan. Baik itu secara pribadi perempuan maupun dalam keluarga.
"Kekerasan seksual adalah kemunkaran yang harus dihapuskan dan ditindak," tegasnya.
Dia juga melihat, dengan disahkannya UU TPKS ini menjadi pintu masuk bahwa negara benar-benar hadir. Hadir untuk melindungi individu dan keluarga yang menjadi korban kekerasan seksual.
Sementara korban wajib dilindungi dan dipulihkan. Masyarakat pun menurutnya harus melindungi mereka agar tak menjadi korban. Perlindungan individu dan masyarakat merupakan tujuan syariat (maqashidus syariah). Perlindungan tidak bisa hanya oleh orang per orang. Maka di sinilah negara wajib hadir.
"Negara sebagai ulil amri wajib hadir untuk memberikan perlindungan secara sistemik mulai dari pencegahan, proses hukum yang menjamin keadilan bagi korban maupun perlaku, hingga pemulihan korban dan rehabilitasi pelaku," terangnya.
Dalam rangka mewujudkan maqashidus syariah dan kemaslahatan rakyat sebagaimana disebutkan di atas, UU TPKS yang baru saja disahkan bisa menjadi payung hukum yang memadai. Sebab jelas alumni Pondok Pesantren As-Saefiyyah Garut ini, payung hukum itu adalah sarana mewujudkan tujuan syariah (maqashidus syaiah) dan kemaslahatan.
Tugas selanjutnya adalah bagaimana DPR mengawal sehingga memastikan UU ini digunakan dengan baik oleh pemerintah dan pihak yudikatif.
"Sangat diperlukan pengawasan atas pelaksanaan serta kepastian segera diterbitkan aturan turunan sebagai perangkat operasionalnya, agar UU TPKS benar-benar bisa diterapkan sesuai harapan," katanya.Â
Alumni Pondok Pesantren Cintawana Tasikmalaya ini mengatakan, hal ini menjadi momentum dalam membangun perlindungan yang lebih baik terhadap perempuan dengan adanya UU TPKS ini. Apalagi peran perempuan cukup besar, termasuk di DPR. Bahkan ketuanya adalah perempuan.
"Dengan demikian, UU TPKS tidak saja menjadi kado menjelang Hari Kartini. Tapi bisa implementatif karena yang diinginkan oleh Kartini adalah substansi dari perjuangannya yaitu emansipasi dan tiadanya perempuan yang diperlakukan diskriminatif," pungkas alumni Pondok Pesantren Almardiyatul Islamiyyah Bandung.