Polisi Bongkar Kasus Penimbunan Solar Bersubsidi di Aceh

SPBU kehabisan stok Bahan Bakar Minyak (BBM) solar bersubsidi Bio Solar. (foto ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra

VIVA – Personel Polres Nagan Raya menangkap dua pelaku penimbunan minyak solar bersubsidi di Desa Karang Anyar, Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Aceh. Kedua pelaku berinisial BL dan DW.

AKP Dadang Resmi Dipecat dari Polri Buntut Kasus Polisi Tembak Polisi, Tidak Ajukan Banding!

Penangkapan terhadap pelaku tersebut atas laporan masyarakat yang menyebut mobil yang dikendarai pelaku kerap membawa minyak subsidi jenis bio solar dari Aceh Barat Daya ke Kabupaten Nagan Raya.

Menanggapi laporan itu petugas langsung melakukan pengintaian terkait mobil yang dibawa pelaku di salah satu SPBU. Saat dilakukan penangkapan, aparat menemukan sebuah fiber berwarna putih berukuran 1.000 liter untuk penyimpanan BBM bersubsidi tersebut.

Polisi yang Tembak Pelajar Dituduh Mabuk hingga Narkoba, Begini Faktanya

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Nagan Raya Ajun Komisaris Polisi Machfud mengatakan, dari hasil keterangan tersangka, mereka sudah melakukan penimbunan itu sejak Januari 2022 lalu.

“Minyak tersebut diperoleh dari DW dengan harga Rp 6.900 per liter, dan pelaku akan dijual untuk pengguna alat berat seharga Rp9.000 per liter,” kata Machfud, Rabu, 13 April 2022.

Polisi Tembak Siswa di Semarang, IPW: Dibenarkan Karena Sesuai Prosedur

BBM subsidi jenis Bio Solar

Photo :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Setelah berhasil mengamankan BL dan DW, Polres Nagan Raya juga menyegel gudang tempat penyimpanan bbm yang dimiliki tersangka. Saat ini pihaknya fokus mengawasi pemilik roda 4 yang mengisi BBM di SPBU masing-masing.

Menurutnya, saat ini banyak modus untuk penimbunan minyak bersubsidi, mulai dari modifikasi tangki serta pengisian secara berulang-ulang.

“Kita akan melakukan pengawasan di setiap SPBU nantinya, guna menangkap pelaku kejahatan tersebut,” ujarnya.

Atas perbuatannya, pelaku akan dikenakan pasal 55 undang undang RI Nomor 22 tahun 2001, atau dipidana penjara selama 6 tahun serta denda paling tinggi Rp60 miliar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya