Sri Hartini Perempuan Penjaga Hutan Adat Satu-satunya di Yogyakarta
- bbc
- Masyarakat adat Biak yang terancam tersingkir proyek bandar antariksa pertama Indonesia
- 100 Women: Salsabila Khairunisa, remaja Indonesia penggerak `Mogok Sekolah untuk Hutan`
- `Saya ingin menangis, sekarang semuanya serba uang`
Tapi Lurah Beji yang menjabat di awal Januari 2020, ini, tak menutup mata pada perilaku masyarakat yang berani menangkap atau memburu hewan. Dan dia mengaku berniat membuat peraturan desa tentang perlindungan hutan dan pelestarian lingkungan.
"Ini baru niat. Kami akan membuat Perdes untuk menjaga kelestarian alam," katanya.
Menjaga tanpa pamrih
Sejak menggantikan ayahnya menjadi ketua jagawana Hutan Adat Wonosadi, Sri Hartini tak pernah menerima honor atau upah kerja sebagai ketua jagawana.
Padahal, kerjanya sebagai ketua jagawana tidaklah mudah. Butuh banyak energi untuk terus menghijaukan hutan dan menjaga mata air tetap mengalir.
"Selama saya menjadi ketua jagawana Hutan Adat Wonosadi, tidak ada gajinya," ujar Sri.
Ibu dua anak ini, hanya mendapat keringanan dari pemerintah tidak perlu membayar kalau mengurus surat di desa atau tidak ditarik iuran saat acara peringatan kemerdekaan. "Itu kami sudah senang sekali," ujarnya sambil tersenyum.
Sri baru mendapat upah ketika ada acara pembinaan dari dinas pemerintahan, atau ketika ada penanaman. "Itu ada upah untuk mencangkul," ujar Sri. "Tapi itu programnya tidak pasti ada," imbuhnya.
Lurah Beji, Sri Idhyanti, mengakui memang belum bisa memberikan honor bagi jagawana, terutama Sri Hartini. Menurutnya, di masa sebelum pandemi, ada insentif bagi jagawana, namun ketika pandemi, insentif terpaksa dihentikan karena ada perubahan kebijakan anggaran.
"Kalau dulu ada insentif, tapi sekarang berkurang karena kondisi pengelolaan dana desa yang sekarang terpapar pandemi, ada kegiatan wajib yang harus kami laksanakan," kata Sri Idhayanti.
Raditia Nugraha dari DLHK Yogyakarta pun mengatakan hal yang sama, tidak ada honor bagi jagawana. Namun Raditia mengaku pemerintah DIY telah memberikan pembinaan dan bimbingan teknis untuk pengelolaan hutan.
Raditia berharap, masyarakat bisa mendapatkan upah dari apa yang mereka jaga. Misalnya, ada pengembangan sistem pengelolaan Hutan Adat Wonosadi.
"Kalau langsung bulanan, belum ada. Mungkin akan kami tinjau lagi," katanya.
Dia menyarankan pemerintah desa Beji membuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan (RPJMKal), lalu memasukkan urusan kehutanan dan lingkungan hidup. Dengan begitu, pemerintah bisa memfasilitasi kebutuhan desa.
Baca juga: