NII, Ibu Kandung Kelompok Terorisme dengan Para Anggota Mesin Pembunuh
- bbc
"Tapi setelah selesai les, kita tidak dipersilahkan pulang, diajak diskusi tentang cita-cita, karier, uang, semua itu untuk apa, yang kemudian berujung ke spiritual dan agama," kata Dadang.
Beberapa kali berlangsung, jumlah peserta les menjadi berkurang karena merasa tidak nyaman dengan diskusi tersebut. Ditambah lagi, satu dari 10 rekan Dadang pernah memiliki pengalaman serupa saat di SMA dan menceritakan pengalaman itu ke mereka.
"Modusnya les persiapan perguruan tinggi yang ujung-ujungnya ke pemahaman tentang khilafah dan dia kasih tahu kami," katanya.
Kemudian, para senior dan alumni itu mengadakan mancakrida atau outbound kepada seluruh peserta di suatu villa. Dadang datang telat ke tempat tersebut.
Saat tiba pada jam makan siang, muka para peserta menjadi aneh dan berbeda. Lalu, ia bertanya.
"Ternyata teman bilang ke saya, di sela-sela acara, satu persatu dipanggil. Ditanya apakah anda percaya dengan sistem negara sekarang, dan memberikan persepsi bahwa negara tidak baik-baik saja. Dan menawarkan solusi sistem bernegara berbeda, dengan nilai-nilai Islam.
"Yang paling mengagetkan, di akhir, mereka diajak salaman untuk berbaiat. Teman-teman kurang mengerti saat itu, jadi setuju saja. Saya tidak berbaiat karena telat datang," ujarnya.
Beberapa hari kemudian, setelah baiat, para senior tersebut melakukan penetrasi yang semakin kencang. Namun, Dadang dan teman-teman mencari alasan untuk berhenti dan tidak berhubungan lagi dengan mereka.
"Saya memutuskan berhenti karena mereka menghendaki sisten negara Islam di Indonesia, menebarkan semangat pro-makar, menganggap negara ini gagal, dan lainnya," katanya.
Setelah berkomunikasi dengan dosen dan senior yang paham, Dadang mengetahui bahwa ia mengalami proses rekrutmen sebagai anggota NII.
Setahun terakhir ini, Dadang mendapat informasi bahwa para senior dan alumni tersebut masih melakukan perekrutan, kali ini dengan cara menyediakan asrama bagi mahasiswa yang tidak mampu.