Akademisi Diminta Kritisi Potensi Bahaya Bahan Kimia Bisfanol A

Ilustrasi Penelitian
Sumber :
  • pixabay.com

VIVA – Kalangan akademisi diminta lebih kritis terkait potensi bahaya bahan kimia Bisfenol A atau BPA yang diduga terdapat pada galon berbahan polikarbonat (plastik keras). Bahan kimia itu berpotensi memicu kanker dan kemandulan.

Akademisi UGM Ungkap Kekhawatiran Atas Vonis Bersalah Mardani Maming

Demikian disampaikan Koordinator riset dan teknologi FMCG Insights, Muhammad Hasan. Ia menyoroti hal itu agar kalangan akademisi tak mengekor sikap industri air kemasan yang terkesan meremehkan potensi bahaya BPA.

Dia menjelaskan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah berulang kali menekankan perlunya mengantisipasi dampak peredaran luas galon polikarbonat yang mengandung BPA. Ia mengingatkan hal ini karena kesehatan masyarakat ke depan mesti diperhatikan.

Akademisi UII Nilai Mardani Maming Tak Langgar UU Minerba, Ini Penjelasannya

"Tapi, ironisnya sebagian akademisi masih menganggapnya sebagai hal biasa dan malah membawa-bawa analogi yang rancu," kata Hasan, dalam keterangannya, Selasa, 5 April 2022. 

Dia heran dengan pernyataan sejumlah akademisi soal diskon efek paparan sinar matahari pada galon. "Apalagi sebagian akademisi sampai membawa-bawa permisalan efek paparan sinar matahari pada kursi plastik," tuturnya.

Guru Besar Unpad Paparkan Hasil Riset Produk Tembakau Alternatif bagi Kesehatan Gusi

Ia menyindir akademisi yang berkutat dengan argumen itu sebagai bentuk sofistikasi masalah. Menurutnya, publik mesti paham risiko dari BPA. 

"Pengandaian itu mengecoh dan memberi angin pada industri yang sedari awal menentang inisiatif BPOM terkait pengendalian dampak BPA," jelas Hasan.

Hasan bilang BPA hanya bisa dikenali dari uji laboratorium. Berbeda dengan efek paparan sinar matahari pada kursi plastik yang bisa jelas terlihat mata. Pun, ia menyampaikan kursi plastik bukan bahan kontak pangan. Dengan demikian, produksinya tak menuntut standar mutu dan keamanan tinggi seperti produksi galon polikarbonat untuk air kemasan.

"Jauh lebih bijak bila akademisi menggelar riset membantu BPOM," katanya. 

Kemudian, ia menyoroti pula minimnya riset menyangkut level peluluhan BPA pada galon yang usianya sudah di atas lima tahun tapi masih beredar di pasar. Begitu juga keamanan galon yang pengangkutannya memakai truk terbuka. Lalu, mutu galon yang kerap dicuci dan disikat berulang.

Dia merincikan plastik polikarbonat yang produksinya mengandalkan bahan kimia BPA memang dianggap sebagai darling dunia industri. Tapi, seiring perkembangan riset, otoritas keamanan pangan di berbagai negara paham dan mengkhawatirkan efek residu BPA pada kemasan polikarbonat terhadap kesehatan manusia. 

"Di Prancis dan Kanada, misalnya pemerintah di kedua negara itu melarang peredaran semua kemasan pangan yang mengandung BPA," tuturnya.

Adapun menurutnya, BPOM juga mengharuskan produsen pangan menggunakan kemasan plastik polikarbonat menaati ambang batas migrasi BPA sebesar 0,6 mg/kg. Dia menekankan, BPOM punya kebijakan mengecek kepatuhan industri atas aturan yang sifatnya self-regulatory tersebut dengan audit secara rutin. 

Maka itu, ia berharap pemerintah bisa punya peraturan pelabelan BPA agar konsumen terbantu memilih produk yang aman. Kemudian, ia menyarankan agar pemerintah bisa menerbitkan acuan pengangkutan dan penjualan air galon demi kepastian produk tetap aman dan terjaga mutunya. Selain itu, air galon itu juga layak dikonsumsi konsumen.

Lebih lanjut, ia menyertakan riset Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) per Maret 2022. Ia menyebut riset YLKI menelaah dugaan keteledoran industri dalam distribusi dan penjualan air galon di Jakarta Raya. 

Menurutnya, YLKI mendapati mayoritas pengangkutan air galon menggunakan kendaraan terbuka. Dalam observasi, diketahui barang galon kerap dipajang serampangan, termasuk diletakkan di tempat yang kotor. 

Kondisi itu ditambah galon terpapar sinar matahari dan benda tajam atau berbau menyengat. Intinya dalam riset YLKI penyimpanan galon yang tak layak bisa memperbesar risiko peluluhan BPA.


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya