Tak Sengaja Berbuka Gara-gara Prank Azan Maghrib, Puasa Batal?
- U-Report
VIVA – Belum lama ini terjadi insiden seorang penyiar radio Tawau FM di Malaysia meminta maaf secara terbuka kepada publik, atas kekhilafannya menyiarkan azan maghrib lebih cepat dari jadwal semestinya. Gara-gara itu, sebagian warga di Kota Tawau Malaysia yang mendengar azan dari siaran radio Tawau FM tanpa disengaja berbuka puasa.
Kekhilafan itu diakui penyiar radio Tawau FM yang bernama Mohd Safwan bin Junit. Ia meminta maaf karena telah terjadi kesalahan telah menyiarkan azan maghrib pada pukul 6.16 petang, yang semestinya waktu Maghrib di Tawau, Malaysia, pukul 6.20 petang.
Peristiwa prank azan maghrib di Malaysia ini tentu bisa saja dialami bagi komunitas Muslim dimana saja, khususnya saat melaksanakan ibadah puasa Ramadhan. Hal yang sama juga bisa terjadi ketika seorang yang berdalih mengikuti anjuran untuk menyegerakan berbuka puasa, seketika mendengar suara azan Maghrib langsung berbuka puasa tanpa mengecek kesahihah sumber azan terlebih dulu.
Padahal, suara azan maghrib yang dia dengar itu bisa saja keliru alias belum masuk waktu maghrib. Dari sini muncul pertanyaan, bagaimana keabsahan puasanya seharian itu? Puasanya benar-benar batal atau dimaafkan?
Dilansir NU Online, para ulama Syafi’iyah berpandangan bahwa puasa dihukumi batal bagi orang yang menyangka telah tiba waktu maghrib hingga ia melakukan suatu hal yang membatalkan puasa, seperti makan dan minum, padahal prasangkanya keliru. Hal ini seperti yang tercantum dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji:
"Ketika seseorang berbuka di akhir sore, karena menyangka bahwa matahari telah terbenam (tiba waktu maghrib). Lalu tampak padanya setelah itu bahwa matahari belum terbenam, maka puasanya batal dan wajib baginya untuk mengqadha puasa tersebut" (Dr. Mushtafa Said al-Khin dan Dr. Mushtafa al-Bugha, al-Fiqh al-Manhaji ala Madzhab al-Imam as-Syafi’i, juz 2, hal. 54)
Bahkan permasalahan ini ditegaskan secara langsung oleh Imam Syafi’i. Hukum yang sama juga berlaku bagi orang yang masih bersantap sahur karena menyangka belum tiba waktu subuh padahal sudah: Puasa dihukumi batal. Meski terdapat sebagian ulama syafi’iyah yang berpandangan berbeda, namun pendapat tersebut dihukumi syadz (aneh) dan tidak bisa dijadikan sebagai landasan amaliyah.
Dalil yang dijadikan landasan batalnya puasa bagi orang yang salah menyangka masuknya waktu maghrib adalah berdasarkan kaidah "lâ ‘ibrata bidz dzan al-bayyin khatha’uhu" (tidak dapat dijadikan pertimbangan, prasangka yang jelas kesalahannya). Penjelasan demikian seperti yang disampaikan oleh Syekh Zainuddin al-Maliabari:
“Jika seseorang makan dengan berdasarkan ijtihadnya pada awal waktu (waktu sahur) dan akhir waktu (waktu berbuka), lalu ternyata diketahui olehnya bahwa ia makan di waktu siang (waktu puasa) maka puasanya menjadi batal, sebab tidak dapat dijadikan pertimbangan prasangka yang jelas kesalahannya. Jika ternyata tidak tampak apapun padanya maka puasanya tetap sah,
(Syekh Zainuddin al-Maliabari, Fath al-Mu’in, juz 2, hal. 266)
Berbeda halnya ketika seseorang berbuka karena menyangka telah tiba waktu maghrib, lalu setelah itu ia ragu-ragu dan tidak tahu apakah dugaannya tentang masuknya waktu maghrib adalah hal yang benar atau justru salah, maka puasanya dalam hal ini tetap dihukumi sah.
Dapat disimpulkan bahwa berbuka puasa berdasarkan informasi yang salah tentang masuknya waktu maghrib adalah hal yang membatalkan puasa.
Oleh sebab itu, sebaiknya jika kita hendak berbuka agar benar-benar mengetahui secara pasti tentang masuknya waktu maghrib, misalnya dengan terdengarnya suara adzan dari berbagai penjuru.
Jika masih ragu-ragu tentang masuknya waktu maghrib, maka sebaiknya kita mengakhirkan berbuka sampai benar-benar yakin bahwa waktu maghrib telah tiba.
Menyegerakan berbuka memang dianjurkan, tapi bukan berarti mengesampingkan sikap kehati-hatian kita dalam menjalankan ibadah puasa.
(Ustaz M. Ali Zainal Abidin, pengajar di Pondok Pesantren Annuriyah Kaliwining Rambipuji Jember)