Penghapusan Pasal Aborsi di RUU TPKS Berpotensi Kriminalisasi
- bbc
Menurut data Kementerian Sosial hingga 6 Januari 2022, jumlah kasus anak perempuan hamil yang ditangani akibat kekerasan seksual berjumlah 780 orang - 568 melahirkan dan 212 belum melahirkan.
Sementara hingga 31 Januari 2022, data Kemensos, total kasus kekerasan terhadap anak sebanyak 1.253 kasus, dengan banyak para pelaku berasal dari lingkungan terdekat.
Apa dampaknya bagi korban pemerkosaan?
Direktur Yayasan Kesehatan Perempuan Nanda Dwinta mengatakan, pemerkosaan akan menghancurkan kesehatan fisik, mental, kehidupan sosial, pendidikan dan masa depan korban.
"Kemudian, perkosaan yang menimbulkan kehamilan tidak diinginkan akan semakin memperparah kondisi korban. Bagaimana korban yang terluka harus mengasuh anak yang dia tidak inginkan," kata Nanda.
Akhirnya, lanjut Nanda, banyak korban mencari jalan sendiri yang berpotensi membahayakan jiwa dengan melakukan aborsi tidak aman, dan terdapat di antara mereka yang kemudian sakit bahkan meninggal dunia.
"Selain berjuang memulihkan dirinya, korban harus merawat anaknya dan melawan stigma masyarakat. Ini situasi tidak adil bagi perempuan. Padahal aborsi adalah bagian dari pemenuhan kesehatan korban," kata Nanda.
UU Kesehatan, dan belum adanya layanan aborsi aman
Pasal 75 UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menjelaskan, setiap orang dilarang melakukan aborsi. Namun, larangan itu dikecualikan jika ada indikasi kedaruratan medis dalam kehamilan, dan kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban.
Pasal 76 melanjutkan, aborsi hanya dapat dilakukan sebelum kehamilan berumur enam minggu, dan oleh tenaga kesehatan yang terampil.