Penghapusan Pasal Aborsi di RUU TPKS Berpotensi Kriminalisasi
- bbc
Gadis berusia 15 tahun itu diperkosa berulang kali oleh kakak kandungnya. Malang, ia malah dipenjara karena melakukan aborsi, walaupun kemudian di tingkat banding diputus bebas.
Ia divonis bersalah karena melanggar UU Kesehatan yang mengatur bahwa aborsi legal jika usia kandungan kurang dari 40 hari.
"Sudah diperkosa, dipaksa aborsi, lalu dipidana, walaupun akhirnya dibebaskan karena tekanan masyarakat. Korban sangat rentan dikriminalisasi," kata Dian Novita dari LBH Apik Jakarta, Senin (04/04).
Dian menceritakan kasus lain. Seorang anak perempuan berusia 10 tahun dan disabilitas intelektual diperkosa oleh tetangganya.
Anak itu pun terpaksa melahirkan bayinya. Alasannya, karena tidak ada layanan aborsi aman dan tidak ada tenaga kesehatan yang mau menjalankan karena ancaman penjara.
"Bayangkan anak seumur itu melahirkan dan dia disabilitas. Bagaimana kondisi anak itu, bayinya, masa depan mereka?
"Bagaimana mungkin RUU yang bicara tentang kekerasan seksual, tapi tidak berbicara pemerkosaan dan aborsi. Ini rohnya RUU TPKS menjadi hilang," kata Dian.
Kemudian di Jombang, lanjut Dian, seorang gadis berusia 17 tahun (di bawah umur) diperkosa dengan tipu daya dan dipaksa aborsi oleh pacarnya dengan meminum obat-obatan. Akibatnya, gadis itu mengalami pendarahan dan hampir meninggal dunia.
Masih di daerah yang sama, seorang anak perempuan berusia 12 tahun diperkosa hingga hamil. Ketiadaaan prosedur dan layanan aborsi aman menyebabkan anak itu terpaksa melahirkan, padahal korban masih ingin bersekolah dan bermain, kata Novita Sari aktivis dari WCC Jombang - Forum Pengada Layanan.
"Kemenkes belum mengeluarkan petunjuk teknis atas layanan aborsi aman bagi korban pemerkosaan sehingga para korban tidak memiliki pilihan," ujar Novita.