Program BLT Cermin Pemerintah Kalah Hadapi Mafia Minyak Goreng
- bbc
"Enggak cukup sih, maunya semua dinormalin aja dan harga seperti biasa. Karena kan sudah pandemi, semua bahan naik, pendapatan enggak seberapa. Ya sudah kita bisa apa? Sehari-hari (penghasilan) cukup buat makan saja," ujar dia.
Di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, seorang petani bernama Delianis, 51, juga mengeluhkan sulit dan mahalnya minyak goreng.
Delianis berpenghasilan sekitar Rp30.000-Rp50.000 per hari. Dia juga terdaftar sebagai penerima bantuan melalui program keluarga harapan yang akan berhak menerima BLT minyak goreng.
Beberapa waktu belakangan ini, kenaikan harga minyak goreng membuat Delianis mau tidak mau mengurangi konsumsinya. Biasanya satu liter minyak goreng habis dalam sepekan, namun sekarang dia berusaha agar satu liter minyak goreng cukup untuk konsumsi satu bulan.
"Sekarang ini makanan direbus-rebus saja banyaknya, biasanya sering bikin gorengan untuk sore-sore. Sekarang minyak goreng cuma dipakai untuk lauk utama aja," kata dia.
Delianis berharap pemerintah tidak berhenti pada solusi memberi bantuan uang tunai, namun juga segera menstabilkan harga minyak goreng.
"Itu (BLT) kan hanya sesaat seharusnya bagaimana (pemerintah) mencari solusi. Kalau bantuan cuma segini sampai di mana lah coba, sampai kerongkongan sudah habis, cuma Rp300.000 apa yang kita bisa buat? Kalau enggak ada solusi lain, ketika bantuan habis ya habis lah kami," tutur Delianis.
Terkait periode pemberian BLT, Abraham Wirotomo mengatakan pemerintah sejauh ini baru berencana menyediakannya hanya untuk tiga bulan ke depan.
"Tentu kita berharap dalam tiga bulan ke depan situasi pasar internasional kembali stabil, harga turun kembali sehingga tanpa BLT dan subsidi minyak goreng curah, masyarakat kembali mampu membeli," ujar Abraham melalui pesan singkat kepada BBC News Indonesia.