Pengamat Minta Erick Thohir Copot Komisaris BSI Arief Rosyid
- Istimewa
VIVA – Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah meminta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir. Untuk mencopot Arief Rosyid dari jabatan sebagai Komisaris Bank Syariah Indonesia (BSI).
Trubus menilai, Arief telah melakukan pelanggaran berat dalam tubuh organisasi Dewan Masjid Indonesia (DMI). Sebagai pengurus yang berani memalsukan tanda tangan Ketua Umum Pimpinan Pusat DMI, Jusuf Kalla.
"Sudah seharusnya dicopot dan sangat layak diganti karena telah melakukan pelanggaran berat yakni public civility," ujar Trubus dalam keterangan dikutip, Minggu 3 April 2022.
Baca juga: Angkat Untung Budiharto Pangdam Jaya, Panglima TNI Digugat ke PTUN
Dia menyebut, Tindakan yang dilakukan oleh Arief termasuk pelanggaran hukum. “Maka konsekuensi dan akibatnya harus diberhentikan," jelasnya.
Adapun berdasarkan dari informasi dan penyidikan yang telah diperoleh. Bukan sekali ini saja Arief memalsukan tanda tangan Jusuf Kalla sejak bergabung di DMI pada 2018.
Maka dengan itu, Trubus juga menyarankan agar ada evaluasi menyeluruh di organisasi DMI dan juga di BUMN. Terutama di lembaga-lembaga yang melibatkan Arief Rosyid agar pengawasan dan seleksi dalam memilih sosok pengurus yang mempunyai integritas terus ditingkatkan.
"Ini harus menjadi evaluasi menyeluruh tata kelola baik di DMI dan BSI. Pengawasan itu harus ditingkatkan lagi untuk menempatkan orang-orang yang mempunyai integritas," terangnya.
Sebelumnya, PP DMI telah memutuskan untuk memecat Wakil Sekjen DMI, Arief Rosyid. Pemecatan Arief disebabkan lantaran telah memalsukan tanda tangan Ketua Umum Jusuf Kalla dan Sekjen H Imam Addaruqutni.
Pemalsuan tanda tangan itu dilakukan Arief dalam sebuah surat terkait agenda undangan Kickoff Festival Ramadhan kepada Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Pada surat bernomor 060.III/SUP/PP-DMI/A/III/2022, berisi undangan kepada RI 1 untuk menghadiri festival Ramadhan serentak di seluruh Indonesia.
Menurut ketentuan hukum pidana, untuk kasus pemalsuan tanda tangan pejabat lembaga pemerintah bisa dijerat dengan pasal 263 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidananya maksimal 6 bulan. Meski demikian, putusan akhir ada di tangan hakim pengadilan dalam menetapkan hukuman bagi kasus pemalsuan tanda tangan.