Terdakwa Korupsi Rp27 M di NTB Bebas, Kejaksaan Pertimbangkan Kasasi

Ilustrasi sidang di pengadilan.
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat masih mempertimbangkan upaya kasasi terhadap vonis bebas Direktur PT Sinta Agro Mandiri (SAM) Aryanto Prametu.

Aryanto Prametu dinyatakan bebas di tingkat banding Pengadilan Tinggi Mataram atas tuduhan korupsi benih jagung yang membuat kerugian negara mencapai Rp27 miliar. Dia dinyatakan ontslag van rechtsvervolging atau lepas dari segala tuntutan hukum.

Sebelumnya, Aryanto divonis 8 tahun penjara dan denda Rp400 juta dengan subsider tiga bulan kurungan oleh Pengadilan Tipikor Mataram. Dia juga dibebankan mengganti kerugian negara Rp7,87 miliar.

Terdakwa mengajukan banding, dan pada Rabu, 23 Maret 2022 dinyatakan bebas. Hakim menyebut perbuatannya masuk pelanggaran administrasi bukan korupsi.

Atas putusan bebas tersebut, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi NTB, Efrien Saputera, mengatakan saat ini tim penuntut masih berkoordinasi dengan pimpinan soal langkah hukum selanjutnya.

"Tim Penuntut Umum masih memiliki waktu untuk menentukan sikap apakah akan melakukan upaya hukum kasasi atau tidak. Masih berkoordinasi dengan pimpinan," katanya, Minggu, 27 Maret 2022.

Ilustrasi pengadilan.

Photo :
  • Pixabay

Waktu pengajuan kasasi selama 14 hari setelah putusan dibacakan hakim. Apabila lewat waktu tersebut, maka putusan dianggap diterima. Kejaksaan akan berkoordinasi dan jika sepakat mengajukan kasasi, maka akan membuat memori kasasi.

KPK Geledah Kantor Setda Provinsi Papua Terkait Uang Makan Lukas Enembe Rp1 Miliar

"Tap apabila Tim Penuntut Umum mengajukan upaya hukum kasasi maka akan terlebih dahulu membuat dan menyusun memori kasasi atas putusan majelis hakim tersebut," ujarnya.

Selain Aryanto Prametu, ada tiga terdakwa lain yang diberikan keringanan hukuman atas kasus tersebut. Mantan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB Husnul Fauzi, yang sebelumnya divonis 13 tahun penjara diberikan keringanan menjadi 11 tahun.

KPK Temukan Modus 'Tambal Sulam' di Kasus Korupsi LPEI, Apa Itu?

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) I Wayan Wikanaya, sebelumnya diputus penjara 11 tahun, namun pada banding menjadi sembilan tahun. Kemudian, Direktur PT Wahana Banu Sejahtera (WBS) Lalu Ihwanul Hubi menjadi enam tahun penjara dari sebelumnya 10 tahun penjara.

Pengadaan benih jagung pada tahun 2017 dengan total anggaran Rp48,25 miliar. PT SAM mendapatkan paket proyek senilai Rp17,25 miliar dan PT WBS Rp31 miliar.

MA Tolak Kasasi Eks Pengacara Lukas Enembe, KPK Blak-blakan Bilang Begini

Siap terima laporan

Koordinator Penghubung Komisi Yudisial Provinsi (KY) NTB, Ridho Ardian Pratama, mengatakan KY membuka diri terhadap laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dalam kasus tersebut.

"KY membuka diri terhadap laporan dugaan pelanggaran KEPPH jika memang ada terkait putusan perkara tersebut, tentunya disertai bukti pendukung," katanya.

Ridho menjelaskan putusan hakim menjadi kewenangan independen kehakiman, namun yang dapat menguji putusan tersebut adalah peradilan yang lebih tinggi di atasnya, dalam hal ini adalah Mahkamah Agung.

"Terkait putusan hakim, itu menjadi kewenangan independen bagi hakim dalam memutus semua perkara. Ruang formil yang bisa menguji tepat atau tidaknya putusan tersebut adalah peradilan yang lebih tinggi di atasnya," ujar Ridho.

Namun, ada juga ruang eksaminasi untuk menguji putusan tersebut oleh akademisi khususnya dari fakultas hukum. Ridho berharap ada keterlibatan akademisi hukum yang dapat melakukan eksaminasi.

"Selain itu, ada ruang eksaminasi yang bisa dilakukan oleh akademisi terhadap putusan tersebut. Hal tersebut semestinya juga menjadi tanggung jawab akademisi khususnya di fakultas hukum," katanya.

"Ada Amicus Curiae yang bisa dibentuk untuk melakukan kajian dan disinkronkan dengan eksaminasi," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya