Bisakah Pemilu 2024 Ditunda dengan Dalih Big Data?
- bbc
Dalam analisisnya, Drone Emprit hanya mendapatkan 10 ribu, paling banyak 30 ribu akun yang berbicara tentang penundaan pemilu. "Itu 0,05?ri 18 juta pengguna Twitter," kata Ismail.
"Kalau itu diambil dari Facebook misalnya, anggap saja 1%, pengguna Facebook misalnya 140 juta. Cuma 140.000," ia menambahkan.
Beberapa survei mendapati bahwa mayoritas masyarakat mendukung pemilu tetap diadakan pada 14 Februari 2024, misalnya survei Litbang Kompas dan Charta Politika.
Menurut pengamat komunikasi politik, Silvanus Alvin, big data memang dapat mencerminkan kecenderungan preferensi orang-orang namun tidak selalu menunjukkan pandangan mereka yang sebenarnya. Big data tidak hanya berupa percakapan, tapi seluruh hasil interaksi di berbagai medium seperti media sosial dan forum internet.
Hasil kesimpulan dari big data berpotensi bias karena cenderung membentuk ruang gema atau echo chamber. Misalnya, seseorang membaca berita di media tentang elite politik yang menyerukan penundaan pemilu. Karena dia tertarik, dia membaca berita lain yang temanya sama. Algoritma akan terus merekomendasikan konten serupa. Semua itu terekam sebagai data yang seolah-olah menunjukkan orang tersebut mendukung penundaan pemilu padahal sebenarnya belum tentu demikian.
Silvanus mengatakan, kesalahan terbesar dalam menggunakan big data sebagai dasar pengambilan kebijakan adalah mereduksi masyarakat menjadi sekadar data. Padahal manusia itu dinamis, pendapatnya bisa berubah-ubah seiring waktu.
"Betul, big data memang bisa mengetahui kecenderungan atau pandangan seseorang tapi kalau tidak diajak musyawarah, kita tidak diajak diskusi, berarti demokrasi ini hanya digantikan dengan angka," kata Silvanus.