MUI Jawa Timur Keberatan Miftachul Akhyar Mundur dari Ketua Umum
- VIVA/Nur Faishal
VIVA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur menyatakan keberatan atas pengajuan pengunduran diri yang disampaikan Miftachul Akhyar dari jabatan ketua umum MUI. Pernyataan sikap itu dituangkan dalam nota keberatan resmi tertanggal 12 Maret 2022, yang ditandatangani Ketua MUI Jawa Timur M Hasan Mutawakkil Alallah dan Sekretaris Umum Akhmad Muzakki.
"Menyikapi informasi pernyataan pengunduran diri KH Miftachul Akhyar sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia seperti yang diberitakan secara luas oleh berbagai media, bersama ini Dewan Pimpinan MUI Provinsi Jawa Timur menyampaikan nota keberatan dan ketidaksetujuan atas pernyataan pengunduran diri tersebut," kata Muzakki dalam keterangannya, Minggu, 13 Maret 2022.
Dalam surat bernomor A-13/DP-P/III/2022 itu dijelaskan, pertama, MUI Jawa Timur mengirimkan surat bernomor 162/MUI/JTM/XII/2021 tertanggal 29 Desember 2021 tentang Permohonan kepada Ketua Umum MUI agar tidak mundur dari jabatannya.
Kedua, aspirasi di lapangan yang menunjukkan keberatan atas pernyataan pengunduran diri Miftachul Akhyar sebagai ketua umum MUI. Ketiga, Kepentingan kemaslahatan yang lebih besar bagi agama, bangsa dan negara. Keempat, bahwa MUI masih memerlukan sosok Miftachul Akhyar untuk jabatan ketua umum yang mumpuni yang mampu merekatkan dan memperkuat persatuan serta kesatuan umat dan bangsa.
Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas sebelumnya mengaku terkejut, bahkan menulis surat terbuka yang ditujukan kepada pimpinan NU dan warga NU agar mengikhlaskan Miftachul Akhyar, Rais Aam NU, untuk tetap mengemban amanah kepemimpinan umat Islam di MUI. Alasannya, figur Miftach dibutuhkan karena mampu mengayomi elemen-elemen organisasi Islam dalam naungan MUI.
Anwar Abbas menegaskan, Miftach dipilih oleh semua pemilik hak suara di MUI tanpa perbedaan pendapat. Semua suara ingin MUI dipimpin oleh Miftach. "Beliau Pak KH Miftachul Akhyar kami pilih untuk menjadi ketua umum kami di MUI dengan suara bulat tanpa ada lonjong sedikitpun," katanya.
Menurut tokoh Muhammadiyah itu, Miftach adalah seorang tokoh dan ulama serta pemimpin yang sangat rendah hati. Miftach sangat dibutuhkan dan diharapkan akan bisa mempersatukan umat. "Tapi herannya saya mengapa NU tidak membolehkan dan merelakannya bagi melaksanakan tugas suci dan mulia tersebut sehingga saya benar-benar jadi bingung sendiri dibuatnya," katanya.