Dokter Sunardi Ditembak Mati Densus, Pengacara Akan Ngadu ke DPR

Densus 88 tangkap terduga teroris (foto ilustrasi)
Sumber :
  • VIVA/Muhammad AR

VIVA – Aksi Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror saat  penangkapan berujung penembakan terduga teroris di Sukoharjo, Jawa Tengah memunculkan polemik. Sebab, penembakan tersebut menyebabkan kematian terhadap Sunardi seorang dokter yang diduga teroris.

Bappenas Ungkap Sederet Target Jokowi yang Tidak Tercapai

Kuasa hukum Sunardi sekaligus anggota tim advokasi Islamic Study and Action Center (ISAC) Endro Sudarsono mengatakan pihaknya akan mengadukan persoalan ini ke Komnas HAM, Komisi III DPR, hingga Kompolnas. Dia mau agar penangkapan berujung kematian ini bisa diinvestigasi,

"Agar mengusut, menginvestigasi dugaan pelanggaran hukum atau pelanggaran HAM pidana apa yang disampaikan Kompolnas kita sepakat supaya penangkapan itu dihindari tembak mati atau meninggal dunia. Supaya bisa disidangkan," kata Endro dalam Apa Kabar Indonesia Pagi tvOne, dikutip VIVA pada Minggu, 13 Maret 2022.

DPR Wanti-wanti Kemensos Berikan Bantuan tak Charity Based Seperti Sinterklas

Dia menyampaikan kejanggalan Densus 88 saat coba menangkap Sunardi di jalan dan waktunya malam hari. Ia menilai jika Densus menangkap Sunardi dilakukan seperti di tempat lain seperti sekitar rumah maka tak akan terjadi peristiwa yang berujung kematian. 

"Tidak boleh ada kekerasan atau tembak mati. Kemudian, kalau ini di jalan, itu pasti terkait dampak ke masyarakat dan polisi pasti. Makanya menurut saya lebih tepat kalau kemudian di sekitar rumah, atau sebelumnya di masjid," jelas Endro.

Mendesak! Komisi IX DPR Usul RUU Ketenagakerjaan Masuk Prolegnas Prioritas 2025

Jenazah dokter yang menjadi terduga teroris tiba di rumah duka.

Photo :
  • VIVA/ Fajar Sodik.

Maka itu, ia berharap agar Kapolri Jenderal Sigit Listyo Prabowo dan Kepala Densus 88 Irjen Marthinus Hukom agar bisa mengubah pola penangkapan dengan menghindari kekerasan. "Toh, banyak yang sukses dalam tanda kutip mengamankan kasus terorisme lain yang tanpa kekerasan," tutur Endro.

Pun, dia menjelaskan organisasi yang dibentuk almarhum Sunardi yaitu Hilal Ahmar Society Indonesia (HASI). Endro mengatakan HASI memiliki kegiatan sosial untuk membantu masyarakat di bidang kesehatan.

Menurut dia, kegiatan HASI ini juga dilakukan di rumah Sunardi, beberapa masjid hingga daerah yang terdampak bencana alam.

"Dan itu dilakukan oleh beliau. Dan, kemudian, apakah itu disalahkan ketika seseorang membantu secara kemanusiaan baik itu muslim dan non muslim di daerah Solo Raya, Indonesia maupun luar negeri, dalam konteks ini adalah kesehatan," jelas Endro.

Lebih lanjut, dalam dugaan kasus terorisme juga harus bisa dibuktikan. Namun, karena Dokter Sunardi sudah terbunuh maka tak bisa untuk pembuktian itu. 

"Nah, seandainya ditemukan terkait terorisme. Itu harus dibuktikan. Kemudian, kalau dia sudah terbunuh maka itu hilang apa yang disangkakan atau didakwakan," sebut Endro.

Penjelasan Polri
Sebelumnya, Densus 88 menuai kritik karena aksi penangkapan berujung kematian terhadap Sunardi di Sukoharjo, Jawa Tengah, Rabu, 9 Maret 2022. Sunardi disebut melakukan perlawanan sehingga petugas terpaksa menembaknya.

Kabagbanops Densus 88 Antiteror Polri, Kombes Aswin Siregar, menyampaikan Sunardi merupakan tersangka terorisme. Dia bilang Sunardi coba melawan yang mengancam petugas saat mau ditangkap.

“Tersangka melakukan perlawanan bukan dengan fisiknya, tetapi dengan menabrakkan kendaraannya kepada petugas dan kendaraan yang menghentikannya serta beberapa kendaraan masyarakat yang berada di jalan tersebut,” kata Aswin, Jumat, 11 Maret 2022.

Sementara, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan, mengatakan aksi Densus terhadap Sunardi di Sukoharjo sudah sesuai dengan prosedur.

“Tindakan yang dilakukan oleh anggota kepolisian, dalam hal ini Densus sudah sesuai dengan prosedur,” kata Ramadhan di Mabes Polri, Jumat, 11 Maret 2022.

Dia mengatakan demikian karena merujuk Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-undang Nomor 2 Tahun tentang Kepolisian Republik Indonesia (Polri), maupun Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian.

“Yaitu melakukan tindakan tegas terukur dengan alasan, tindakan tersebut dilakukan karena tindakan tersangka sudah membahayakan atau mengancam keselamatan jiwa masyarakat dan petugas Polri,” kata dia.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya