LPSK Sebut 7 Pelanggaran Kasus Kerangkeng Manusia, Ada Penistaan Agama

Kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Sumber :
  • ANTARA/Muhammad Zulfikar

VIVA – Hasil investigasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menemukan adanya tujuh dugaan tindak pidana dalam kasus kerangkeng manusia milik Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin.

Terkuak, Peran Brigadir AK yang Bunuh Warga di Kalimantan Tengah

"Tujuh dugaan tindak pidana tersebut yakni perdagangan orang, kekerasan terhadap anak, penyiksaan/penganiayaan berat, pembunuhan, perampasan kemerdekaan, penistaan agama, dan kecelakaan kerja," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu, 9 Maret 2022.

Ia mengatakan, data dan fakta itu diperoleh LPSK selama penelaahan sejak 27 Januari hingga 5 Maret 2021 terhadap Terbit Rencana Perangin Angin dan pelaku lainnya yang diduga ikut terlibat.

Sakit Hati Dibilang Anak Haram, Pria di Asahan Bunuh Tetangganya

Kendati proses hukum sejak ditemukannya kerangkeng manusia di Langkat sudah lebih dari satu bulan, hingga kini belum ada progres berarti, kata Hasto.

Hasto mengatakan Terbit Rencana merupakan pelaku yang memiliki basis massa dari organisasi kemasyarakatan (ormas) yang digawanginya. Selain itu, ia juga memiliki kekuatan harta.

Remaja 14 Tahun Bunuh Ayah dan Nenek di Jaksel, Ibu Berharap Kasus Anaknya Bisa Disetop

Kerangkeng manusia di rumah pribadi Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginangin

Photo :
  • Ist

LPSK menilai perbudakan manusia terjadi bukan hanya karena modus operandi eksploitasi berbasis keuntungan material, tetapi juga karena mereka yang tahu dan berwenang, tidak mau mengambil tindakan akibat pengaruh dan kuasa local strongman atau orang kaya yang melakukan kontrol sosial.

LPSK berharap Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan membentuk tim yang terdiri atas kementerian dan lembaga untuk memastikan proses hukum ditindaklanjuti secara profesional dan tuntas.

"Tentu dengan memerhatikan pemenuhan hak korban termasuk memastikan tidak ada praktik yang sama di wilayah lainnya," ujar dia.

Senada dengan itu, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan Terbit Rencana yang menjabat sebagai kepala daerah tidak memiliki kewenangan yang melekat untuk menahan manusia dalam sebuah kerangkeng.

Hasil investigasi dan penelaahan LPSK diduga Terbit Rencana juga dibantu anggota keluarganya, oknum anggota ormas, dan beberapa oknum TNI serta Polri.

Hal tersebut, lanjut dia, sudah cukup memenuhi unsur tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Korban yang dikurung dalam kerangkeng dipaksa bekerja di pabrik perkebunan sawit dan penyediaan pakan ternak milik Terbit Rencana Perangin Angin. (ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya