MAKI Minta KPK Tuntaskan Kasus Korupsi Kapal Tongkang

Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman
Sumber :
  • VIVA/Edwin Firdaus

VIVA – Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntaskan penanganan perkara dugaan korupsi di BPD Kaltim-Kaltara senilai Rp240 miliar.

Harvey Moeis Minta Hakim Kembalikan Aset Sandra Dewi yang Disita Kasus Korupsi Timah

Kasus tersebut diduga melibatkan kakak Bupati nonaktif Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas'ud, Hasanuddin Mas’ud.

Abdul Gafur Mas'ud diketahui telah dijerat KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Pemerintahan Kabupaten Penajam Paser Utara.

Prabowo Mau Maafkan Koruptor jika Kembalikan Uang Negara, Yusril Beri Penjelasan Hukumnya

Koordinator MAKI Boyamin Saiman menerangkan, modus dugaan korupsi tersebut dilakukan melalui model kredit fiktif untuk membuat kapal tongkang dan tugboat.

"MAKI telah melakukan pengawalan laporan dugaan korupsi ini dalam bentuk telah berkirim surat kepada KPK berisi desakan penuntasan penanganan perkara dugaan korupsi ini dan siap mengajukan gugatan praperadilan melawan KPK apabila kemudian penanganan perkara ini mangkrak dan lemot," kata Boyamin, Senin,  7 Maret 2022.

KPK Didesak Periksa Bupati Banggai Amiruddin Tamoreka usai Diduga Korupsi Dana Bansos

Dugaan korupsi yang dimaksud MAKI yakni sebuah perusahaan yang bergerak di bidang transportasi mendapat kucuran dana Rp258 miliar dari BPD Kaltim. Padahal usia perusahaan itu baru berusia 5 bulan.

"Kendati baru berusia 5 bulan, PT HBL milik Hasanuddin Mas’ud, tanpa jaminan yang memadai, mendapat guyuran fasilitas kredit investasi dari BPD Kaltim sebanyak Rp235,8 miliar. Dapat dicairkan sekaligus lantaran bersifat nonrevolving, dengan bunga 11,5% secara periode per bulan sampai dengan jatuh tempo 84 bulan tertanggal 3 Mei 2018. Termasuk grace period 12 bulan," kata Boyamin.

Boyamin menjelaskan peruntukkan uang sebesar Rp235,8 miliar itu, bahwa kredit diajukan untuk pembiayaan pengadaan kapal baru, yakni 10 unit tugboat dan 10 unit kapal tongkang berukuran 300 feet.  Namun, ketika mengajukan kredit, diduga tidak ditemukan perjanjian perusahaan penerima kredit dengan perusahaan pembuat kapal.

"Hanya mendasari pada rencana anggaran biaya yang diperoleh dari si pembuat kapal," kata Boyamin.

Menurut Boyamin, pengajuan kredit diduga tidak didukung study kelayakan (FS) yang masih dalam tahap penyusunan dan analisa kelayakan proyek oleh sebuah konsultan. Padahal, berdasarkan ketentuan, perusahaan transportasi itu diwajibkan memiliki perjanjian terlebih dahulu dengan perusahaan pembuatan kapal.

"Pencairan kredit seharusnya ditransfer ke perusahaan pembuat kapal. Namun pada kenyataannya pencairan diduga malah ditransfer ke perusahaan transportasi. Proses persetujuan dan pencairan kredit syarat penyimpangan, terdapat serangkaian dugaan perbuatan melawan hukum yang dikualifisir sebagai tindak pidana korupsi," ujarnya.

Sesuai dengan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2018, terang Boyamin, perusahaan transportasi itu tercatat masuk dalam kolektifibilitas 5 atau masuk kategori macet.

"Terdapat tunggakan pokok sebesar Rp7,3 miliar. Terdiri dari tunggakan Januari, Februari, Maret, April dan September 2014, dengan bunga sebesar Rp23,9 miliar. Ditambah tunggakan bunga bulan Februari sampai dengan September 2014," ujarnya.

Atas dugaan di atas, Boyamin meyakini kasus itu telah memenuhi syarat delik yang diatur dalam UU Perbankan, Peraturan BI Nomor 14/15/PBI/2021 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank, dan juga melanggar SK Direksi BPD Kaltim Nomor 051/SK/SDM/BPD PST/VII/2002 tentang Penyempurnaan Sistem dan Prosedur Manajemen Perkreditan di Lingkungan BPD Kaltim dan SK Direksi Nomor 256/SK/BPD-PST/XII/2012 tentang SOP Bidang Perkreditian, serta SK Direksi BPD Kaltim Nomor 175/SK-BPD-PST/XIII/2012 tentang BPP Perkreditan Kredit Sub Bab 9 Penanganan Kredit Bermasalah.

"Telah terpenuhi adanya dugaan unsur tindak pidana korupsi dan TPPU, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Subsider Pasal 3 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang," imbuhnya.

Baca juga: Dilaporkan ke KPK, Ini Kata Hasanuddin Kakak Bupati PPU

?

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya