Menag Yaqut Digugat ke Pengadilan Buntut Azan dan Gonggongan Anjing
- VIVA/Syaefullah
VIVA – Praktisi Hukum Alamsyah Hanarfiah menggugat Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Alamsyah menggugat Menag Yaqut terkait perbuatan melawan hukum.
"Dalam pengertian tentang pernyataan Menag yang menyamakan suara azan dengan suara anjing menggonggong. Kedua, gugatan kita terkait Menag menyatakan Kementerian Agama adalah hadiah negara untuk NU. Dua materi inilah yang kita ajukan gugatan," ujar Alamsyah, Rabu 2 Maret 2022.
Alamsyah menilai, pernyataan yang dilontarkan Menag Yaqut tersebut sangat tidak mencerminkan keberadaannya sebagai pejabat publik. Baginya, menyamakan suara azan dengan gonggongan anjing merupakan pernyataan yang kotor.
"Wah ini pernyataan pejabat publik yang sangat kotor di dunia. Itu pernyataan sangat kotor menyamakan antara suara anjing menggonggong di suatu komplek dengan suara adzan di masjid," ungkapnya.
Dalam pendaftaran gugatan, dia turut menyertakan bukti ceramah dari para ulama dan turut menyertakan surat Al-Maidah ayat 58-60. Dasar hukum yang digunakan dalam gugatannya kali ini adalah Yurisprudensi Mahkamah Agung.
"Ya harapan kita begini harapan kita agar ini menjadi yurisprudensi putusan pengadilan sehingga untuk abad berikutnya tahun-tahun ke depan tidak akan terjadi lagi peristiwa seperti ini," tutur Alamsyah.
Alamsyah juga mengaku optimis laporannya akan diterima pengadilan. Sebab, pengadilan tidak bisa menolak masyarakat yang mengajukan gugatan peradilan.
"Kalau gugatan ya pengadilan nggak bisa nolak perkara ya. Jadi ada azas peradilan. Peradilan tidak boleh menolak orang mendaftarkan perkara. Beda dengan kalau lapor polisi (makanya langsung gugat ke pengadilan). Mendaftarkan gugatan melawan hukum ke pengadilan," jelasnya.
Dalam gugatannya, Alamsyah menuntut Menag Yaqut untuk memberikan makanan kepada 1.000 anak yatim. Dia juga menuntut PN Jakarta Pusat untuk menyatakan pernyataan Yaqut adalah perbuatan melawan hukum.
"Dia diwajibkan untuk memberikan makan anak yatim sebanyak 1.000 orang dengan satu orang Rp100 ribu. Cuma itu aja. Itulah permohonan kita ke pengadilan disamping meminta bahwa pernyataan itu adalah perbuatan melawan hukum," ungkapnya
Sebelumnya, Menag Yaqut menjelaskan tidak melarang penggunaan pengeras suara oleh masjid ataupun musala. Menurutnya, pemerintah hanya mengatur besar volume.
Dia meminta volume pengeras suara diatur maksimal 100 desibel (dB) sebagaimana tertera dalam Surat Edaran Menteri Agama Nomor SE 05 Tahun 2022, tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Selain itu, waktu penggunaan disesuaikan di setiap waktu sebelum azan.
Menag Yaqut menilai suara-suara dari masjid selama ini merupakan bentuk syiar. Namun dia menilai suara dari masjid bisa menimbulkan gangguan jika dinyalakan dalam waktu bersamaan.
"Misalnya ya di daerah yang mayoritas muslim. Hampir setiap 100-200 meter itu ada musala-masjid. Bayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan mereka menyalakan Toa bersamaan di atas. Itu bukan lagi syiar, tapi gangguan buat sekitarnya," kata Menag Yaqut.
"Kita bayangkan lagi, saya muslim, saya hidup di lingkungan nonmuslim. Kemudian rumah ibadah saudara-saudara kita nonmuslim menghidupkan Toa sehari lima kali dengan kenceng-kenceng, itu rasanya bagaimana," sambungnya.
Yaqut kemudian mencontohkan suara-suara lain yang dapat menimbulkan gangguan. Salah satunya ialah gonggongan anjing.
"Yang paling sederhana lagi, kalau kita hidup dalam satu kompleks, misalnya. Kiri, kanan, depan, belakang pelihara anjing semua. Misalnya menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu nggak? Artinya apa? Suara-suara ini, apa pun suara itu, harus kita atur supaya tidak jadi gangguan. Speaker di musala-masjid silakan dipakai, tetapi tolong diatur agar tidak ada terganggu," sebutnya.