Sikap Muhammadiyah Soal SE Menag yang Mengatur Suara Toa Masjid

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti hadir di Muktamar NU Lampung
Sumber :
  • Muhammadiyah

VIVA – Muhammadiyah mendukung isi Surat Edaran Menteri Agama Nomor 5 tahun 2022. Walaupun sebenarnya hal senada sudah pernah disampaikan oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI). 

Menag Sebut Arab Saudi Siap Beri Perhatian Khusus Jemaah Haji Indonesia

Sejak sebelum adanya Surat Edaran Menag dan Himbauan DMI, masjid dan musala yang dikelola oleh Muhammadiyah sudah menerapkan hal tersebut. Bahkan, di masjid dan musala Muhammadiyah sebagian besar tidak ada puji-pujian, shalawat, bacaan Alquran sebelum adzan. 

Walaupun demikian, ada empat catatan atas Surat Edaran Menag No.5/2022. Surat Edaran Menag akan mendorong dan membangun kehidupan dan syiar Islam yang berkemajuan. 

Soroti Surat Kesbangpol Batam Minta Camat Kumpulin Data C1, DPR: Mengintersepsi Kewenangan KPU-Bawaslu

Baca juga: Polisi Tolak Laporan Terhadap Menag Yaqut, Roy Suryo Lakukan Ini

Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti mengatakan, alasan agar masjid tidak ada pengeras suara luar di atas jam 22.00 WIB bukan untuk membangun harmoni antar umat beragama semata, tetapi untuk membangun kehidupan yang tenang dan dakwah yang lebih substansial. 

Menag Nasaruddin Umar Kembalikan Barang ke KPK Diduga Gratifikasi

"Suara loud speaker yang lantang, menimbulkan polusi suara bagi masyarakat sekitar terutama yang ingin beristirahat. Tidak hanya pemeluk agama lain, umat Islam di sekitar masjid sekalipun merasa terganggu," ujar Abdul Mu'ti di Jakarta, Kamis, 24 Februari 2022. 

Kemudian, tentang syarat pengeras suara yang berkualitas rendah, sebagian disebabkan oleh ketidakmampuan masjid dan musala membeli peralatan yang bagus dan ahli tata suara yang kompeten. Ini perlu menjadi agenda Kementerian Agama. 

Menurutnya, tidak semua masjid dan musala memiliki muadzin dan qari yang bagus karena manajemen yang masih konvensional. Muadzin dan qari seringkali bersifat suka rela dan tidak dilakukan oleh "profesional": mereka yang menjadi muadzin, qari, dan imam tetap yang direkrut secara profesional. 

"Manajemen masjid dan musala perlu ditingkatkan," ujarnya. 

Masjid Agung, Banten. Foto ilustrasi.

Photo :
  • U-Report

Untuk itu, ia menambahkan, perlu ada musyawarah di antara takmir masjid dan musala yang berdekatan terkait dengan kumandang adzan dan bacaan pra adzan. Tidak adanya musyawarah dan kesepakatan, sering menimbulkan kesan saling serang di antara masjid dan musala yang berdekatan. 

"Jika lokasi berdekatan, tidak perlu semua mengumandangkan adzan dengan speaker luar, cukup masjid dan musala yang speaker, muadzin, dan qari yang terbaik saja," ujarnya. 

Tentunya, yang paling penting adalah sosialisasi dan pelaksanaan. Selama ini banyak Surat Edaran dan Pedoman yang hanya formalitas di atas kertas. Perlu kerja sama dengan berbagai pihak agar pelaksanaan berjalan dengan baik. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya