Ahli: Girik Bukan Bukti Kepemilikan, Hanya Tunjukkan Pembayar Pajak

Sejumlah warga mengangkat sertifikat tanah mereka usai diserahkan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil pada 2018
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin

VIVA – Pengadilan Negeri Tangerang kembali menggelar sidang lanjutan sengketa lahan di Salembaran Jaya, Kosambi, Kabupaten Tangerang. Agenda sidang kali ini, pendapat dari saksi ahli Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Budi Nurtjahyono. 

Sebagai saksi ahli, Budi menjelaskan girik tidak bisa dijadikan bukti sebagai hak kepemilikan. Hal ini karena girik yang dimiliki Ahmad Ghozali. Budi mengatakan, sertifikat merupakan bukti kepemilikan yang sah dan diakui negara. 

"Itu (sertifikat) tertinggi di republik ini, tidak ada yang lain. Mudah-mudahan syarat itu bisa ditangkap oleh semua pihak bahwa girik hanya menunjukkan siapa pembayar pajak," kata Budi dalam persidangan di di Pengadilan Negeri Tangerang yang dikutip pada Kamis, 24 Februari 2022. 

Dalam perkara ini ada dua pihak yang berseteru yaitu Tonny Permana dengan Ahmad Ghozali. Tonny Permana menegaskan sebagai pemegang Sertifikat Hak Milik (SHM) atas lahan seluas 2 hektare di Pantai Utara Tangerang tersebut. 

Sementara, Ahmad Ghozali mengklaim sebagai pemilik lahan dengan merujuk dokumen girik yang diduga palsu dan akta jual beli (AJB) tahun 2011.

Budi menambahkan, keterangan yang disampaikan olehnya juga berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia Nomor Register 34/K/Sip/1960. Dengan demikian, putusan MA bisa dijadikan yurisprudensi bahwa kedudukan girik menunjukkan siapa pembayar pajak. Bukan sebagai bukti kepemilikan tanah.  

"Girik sama sekali bukan bukti kepemilikan. Dia (girik) hanya menunjukkan siapa pembayar pajak. Di mana dia berada tanahnya, siapa namanya," tutur Budi.

Saksi ahli Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Budi Nurtjahyono

Photo :
  • Istimewa
Sebuah Masjid Dijual Bikin Heboh Warga Makassar, Apa yang Terjadi?

Dia melanjutkan girik ada karena untuk pembayaran pajak. Namun, girik tak bisa jadi bukti kepemilikan.

"Saya katakan sah (girik), karena bayar pajak. Tapi, kalau itu (girik) bukti kepemilikan, ya bukan bukti kepemilikan. Bukti kepemilikan adalah sertifikat tanah," jelas dia. 

BPJPH Siapkan Skema Hadapi Gelombang Besar Pendaftaran Jelang Batas Akhir Halal Oktober 2024

Dengan penjelasan Budi, pihak yang punya sertifikat hak milik atau SHM dianggap pemilik sah lahan. Menurut dia, girik juga tak bisa membatalkan sertifikat. Alasannya, posisi sertifikat tanah jauh lebih tinggi dibanding girik.  

Pun, dalam persidangan, hakim sempat bertanya kepada Budi bagaimana jika SHM digugat berdasarkan girik?  Budi menjawab bahwa hal itu mesti dilihat dari cara dikeluarkan girik tersebut.

MKMK Putuskan Anwar Usman Tak Langgar Etik Hadirkan Ahli di Sidang PTUN

"Harus dilihat apakah betul girik tersebut benar keluaran dari kantor Pajak Bumi. Karena bukan rahasia umum banyak kasus-kasus di Bareskrim dan Polda saya dimintai menjadi ahli terhadap kejadian tersebut," tutur Budi. 

Lalu, Budi menambahkan, format girik juga harus benar sesuai waktu penerbitannya. Ia menerangkan bahwa 1980, Direktorat Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA) sudah bergabung ke Direktorat Jenderal pajak pada 1976.

"Stempel atau cap kantor di girik tahun 1976 adalah IPEDA, tetapi IPEDA apa itu? daerah atau cabang atau pembaruan pengenaan atau  kantor inspeksi dinas luar tingkat satu, perubahan itu ada waktu-waktunya," jelas Budi. 

“Blanko (girik) tidak pernah ada kesalahan, karena memang nasional. Pejabat stempel harus sesuai kurun waktu, penulisan format girik kantor daerah atau cabang itu hanya sampai tahun 1974," ujar Budi. 

Budi mengatakan jika blanko girik bunyinya “daerah atau cabang” stempelnya juga harus berbunyi “daerah atau cabang”. Hal ini tidak boleh dicampur aduk, kalau blanko sudah lewat waktu tidak bisa dipakai. 

"Jika format girik tidak sesuai dengan blanko nasional, maka girik tersebut tidak benar," katanya. 

Girik Tak Sebanding 

Pengacara Tonny Permana selaku penggugat, Hema A. M. Simanjuntak menyampaikan keterangan saksi ahli membantu untuk mengungkap fakta. Dia menekankan girik tidak sebanding menggugat kepemilikan sertifikat. 

“Kami akan memberi kesempatan kepada majelis hakim untuk menyimpulkan, namun kami sangat senang karena tujuan kami menghadirkan Pak Budi sebagai ahli goalnya tercapai menurut kami,” ujar Hema. 

Sementara, dalam persidangan, pengacara Ahmad Ghozali, Alfi Rully menanyakan kepada Budi perihal peningkatan status kepemilikan lahan dari Letter C dan Girik menjadi sertifikat. 

Budi menjawab hal itu dimungkinkan sesuai dengan peraturan. Kaya dia, girik atau bukti lainnya hanya sebatas bukti awal.  

"Sebagai bukti awal iya. Kalau di penjelasan PP Nomor 24 Tahun 1997 ayat 1 huruf K menyatakan, salah satu bunyi tertulis berupa girik dan beberapa lainnya," jelas  Budi.  

Kemudian, Alfi menanyakan soal kemungkinan dalam satu bidang tanah terdapat beberapa beberapa Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB). 

Budi menjelaskan hal tersebut persil atau bagian dari lahan yang memiliki hak-hak berbeda dengan batas alam maupun nyata dan bisa terdiri dari satu bidang. "Dari situ dipetik di buku C dan satu subjek pajak satu nomor C tidak boleh dobel," kata Budi.  

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya