Anwar Abbas Kritik Aturan Pengeras Suara Masjid: Terkesan Kaku Sekali

Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Anwar Abbas (Instagram/smart.gram)
Sumber :

VIVA – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buya Anwar Abbas mengkritik Surat Edaran Menteri Agama yang mengatur penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

Viral Sepasang Kekasih Kepergok Sedang Asyik Kelonan di Masjid

Anwar mempertanyakan dasar Menag Yaqut menerbitkan SE aturan pengeras suara masjid. Menurutnya, kalau dasarnya adalah karena ada warga yang terganggu dengan pengeras suara masjid, maka Kemenag harus menjabarkan persentase warga yang terganggu dengan suara azan atau bacaan Alquran di masjid/musala.

"Bagi saya yang jadi pertanyaan begini, surat edaran ini terkesan menggeneral. Padahal di kampung saya itu 100 persen Islam. Kalau ada orang Islam terganggu dengan orang membaca Alquran sebelum salat Subuh aneh juga ya, berarti keimanannya bermasalah. Tapi kalau salat Subuh jam 5 tapi diputar dari jam 3 ya itu keterlaluan juga," kata Buya Anwar Abbas dalam dialog tvOne, Selasa, 22 Februari 2022.

Kunjungi Pesantren Yaspida, Menag Sampaikan Belasungkawa dan Beri Bantuan

Kemudian, Ia juga menyoroti soal ketentuan waktu bacaan Alquran dengan pengeras suara masjid bagian luar. Seperti diketahui, dalam edaran Menag mengatur tata cara penggunaan pengeras suara masjid/musala yang difungsikan suara luar masjid dan suara dalam masjid. Untuk bacaan Alquran atau solawat sebelum salat lima waktu dan salat Jumat dapat menggunakan pengeras suara luar paling lama 5 menit.  

Untuk bacaan Alquran atau salawat sebelum salat Subuh dan salat Jumat dapat menggunakan pengeras suara luar paling lama 10 menit. Pun dengan azan salat dapat menggunakan pengeras suara luar. Selebihnya,  kegiatan ibadah lainnya, seperti pelaksanaan salat, zikir, doa, khutbah Jumat atau ceramah, dapat menggunakan pengeras suara dalam. 
 
Menurut Buya Anwar Abbas, kebiasaan warga muslim di setiap daerah tentu berbeda-beda. Ketika bacaan Alquran dengan pengeras suara dibatasi waktu tertentu terkesan kaku. Pun dengan namanya adalah surat edaran, Anwar mempertanyakan apakah ada hukuman atau sanksi bagi masjid atau musala yang melanggar.

Siapkan Generasi Adaptif dan Kreatif, Menag akan Kembangkan Gerakan Kepramukaan Madrasah

"Timbul pertanyaan, kalau untuk salat subuh 10 menit (jeda baca Alquran dengan pengeras suara sebelum azan), kalau 12 menit kena teguran gitu? Menurut saya waktunya bisa direntang, misal Subuh yang tertinggi 15 menit, zuhur, ashar, magrib, isya tertinggi 10 menit. Ada ruang untuk mengatur, kesan saya 5 menit kaku sekali kalau dibuat rentang akan lebih bagus," ungkapnya

Sementara itu, Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Kamaruddin Amin menyatakan implementasi atau penerapan SE aturan pengeras suara masjid/musala harus kontekstual sesuai kondisi wilayah masing-masing. Untuk kota-kota besar seperti Jakarta dan lainnya, tentu aturan ini perlu diterapkan karena masyarakatnya heterogen.

"Tapi kalau di desa-desa dimana masyarakatnya tidak heterogen, sudah menikmati apa yang sudah berjalan selama ini, bahkan sudah jadi kesepakatan, saya kira tidak masalah kalau bisa mendatangkan ketentraman. Jadi ini tidak kaku banget, jadi penerapannya harus kontekstual," ujar Kamaruddin

Adapun soal sanksi, Kamaruddin menegaskan Kemenag tidak dalam kapasitas memberikan hukuman atau sanksi bagi masjid/musala yang tidak menerapkan surat edaran Menag soal aturan pengeras suara. Menurutnya, apa yang dilakukan Kemenag merupakan bentuk pembinaan berkelanjutan dan pengawasan.

"Karena dengan surat edaran ini tidak serta merta semuanya langsung menerapkan, disini butuh kerja keras, kolaborasi, pembinaan berkelanjutan dari kita semua, termasuk media," paparnya

Sebelumnya, Menag Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan edaran yang mengatur penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. 

Menurutnya, penggunaan pengeras suara di masjid dan musala merupakan kebutuhan bagi umat Islam sebagai salah satu media syiar Islam di tengah masyarakat. Pada saat yang bersamaan, masyarakat Indonesia juga beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya. Sehingga, diperlukan upaya untuk merawat persaudaraan dan harmoni sosial. 

"Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat," ujar Yaqut di Jakarta, Senin, 21 Februari 2022. 

Menag menjelaskan, surat edaran yang terbit 18 Februari 2022 ditujukan kepada Kepala Kanwil Kemenag Provinsi, Kepala Kantor Kemenag kabupaten/kota, Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan, Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ketua Dewan Masjid Indonesia, Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Islam, dan Takmir/Pengurus Masjid dan Musala di seluruh Indonesia. 

Sebagai tembusan, edaran ini juga ditujukan kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia. "Pedoman ini agar menjadi pedoman dalam penggunaan pengeras suara di masjid dan musala bagi pengelola (takmir) masjid dan musala dan pihak terkait lainnya," tegasnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya