Ibu Kota Pindah, KKJ Usul Jakarta Disatukan dengan Bodetabek

Komite Kajian Jakarta (KKJ).
Sumber :
  • VIVA/Anwar Sadat

VIVA – Komite Kajian Jakarta (KKJ) merespons permintaan Pemerintah untuk memberikan masukan terkait konsep Jakarta ke depan setelah ibu kota pindah pasca terbitnya Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN). KKJ telah menggelar diskusi terkait nasib Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara.

Ridwan Kamil: Jakarta Akan Tetap Jadi Pusat Aktivitas Selama 20 Tahun ke Depan

Direktur Eksekutif KKJ, Syaifuddin mengatakan, KKJ menggelar diskusi dan kajian yang melibatkan banyak pihak, seperti Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Pemuda, Tokoh Perempuan, Akademisi dan Aktivis di Jakarta. Dari diskusi tersebut, para peserta sepakat untuk mempertahankan kekhususan Jakarta setelah ibu kota pindah.

"Mempertahankan keistimewaan Jakarta menjadi provinsi baru yang bernama Daerah Istimewa Jakarta Raya dan memperluas wilayah dengan menyatukan wilayah Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi," kata Syaifuddin, Minggu 20 Februari 2022.

Sekda Ungkap Sederat Masalah Usai Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota

Lokasi Kecamatan Sepaku di Kabupaten Penajam Paser Utara. Sepaku dan Samboja, Kutai Kartanegara, akan menjadi lokasi ibu kota baru Indonesia.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Syaifuddin mengungkapkan sejumlah alasan mengapa keistimewaan Jakarta tetap harus dipertahankan.

Sidang Kabinet di IKN, Jokowi: Pindah Ibu Kota Bukan cuma Fisik, Tapi Juga Pola Pikir

Pertama, menyangkut dimensi historis, Jakarta merupakan daerah yang memiliki nilai sejarah yang tinggi sebagai Ibu Kota Negara sebelumnya.

Kedua, mengenai dimensi ekonomi, Jakarta memiliki infrastruktur maju sekaligus sebagai pusat perdagangan dan bisnis, pendidikan serta kesehatan.

Ketiga, mengenai dimensi geografis, Jakarta sebagai kota metropolitan perlu adanya perluasan wilayah dengan menggabungkan wilayah penyangga Jakarta, mengingat daerah penyangga lebih dekat jaraknya dengan pusat pemerintahan Jakarta dibandingkan dengan ibu kota provinsinya.

Keempat, dimensi budaya dan emosional, yang mana penduduk daerah penyangga adalah mayoritas etnis Betawi.

Kelima, mengenai dimensi regulasi dan kebijakan. Pemerintah Jakarta dinilai perlu mengambil kebijakan cepat dan tepat untuk mengatasi problem yang ada di Jakarta.

Keenam, dimensi pembangunan yang berkeadilan. “Mendorong pertumbuhan pembangunan ekonomi daerah penyangga lebih merata," ujar Syaifuddin.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya