Dua Dosen Nonaktif Unsri Disidang Perdana Kasus Pelecehan Seksual
- ANTARA/M Riezko Bima Elko P
VIVA – Dua dosen nonaktif Universitas Sriwijaya (Unsri) AR dan R, selaku tersangka kasus dugaan pelecehan seksual, menjalani sidang perdana secara virtual oleh Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Sumatera Selatan, Kamis, 17 Februari 2022.
Kedua tersangka mengikuti persidangan secara daring dari Rumah Tahanan Kelas IA Pakjo, Palembang, Kamis, dengan agenda pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (KPU) Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan.
Sidang dimulai pukul 11.30 WIB, dengan dibagi atas dua sesi, yaitu untuk tersangka AR dan untuk tersangka R, karena berkas dakwaan mereka terpisah.
Sementara itu, dalam ruang persidangan yang dipimpin langsung oleh ketua majelis hakim Siti Fatimah dan dua hakim anggota, tampak kuasa hukum tersangka hadir secara langsung. Sesi pertama sidang yang tertutup untuk khalayak umum itu selesai pukul 11.54 WIB dan sesi kedua selesai pukul 13.30 WIB.
Sementara itu penasihat hukum AR, Darmawan, mengatakan jaksa penuntut umum menjerat tersangka AR dengan Pasal 281, Pasal 289 KUHP Juncto Pasal 294 tentang pencabulan dan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan. Menurut dia, AR menerima dakwaan itu karena "sejak awal ia sudah mengaku perbuatannya benar ada."
Pada 6 Desember 2021, Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Sumatera Selatan menetapkan AR sebagai tersangka atas kasus dugaan pelecehan seksual terhadap mahasiswi berinisial DR.
Pada 10 Desember, R ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan pelecehan seksual secara verbal melalui pesan singkat terhadap mahasiswinya berinisial F, C, dan D.
Berdasarkan hasil penyidikan tahap satu, pelecehan seksual yang dilakukan AR menggunakan modus memberikan bimbingan skripsi terhadap korban. Kejadian pelecehan berlangsung di Laboratorium Sejarah FKIP Unsri, Kampus Indralaya, Ogan Ilir, pada 25 September 2021.
Penyidik Polda Sumsel mencatat sejumlah pelecehan fisik yang dilakukan AR terhadap korban, seperti mencium dan meraba korban. Hal itu berdasarkan hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) bersama korban pada 1 Desember. AR mengakui perbuatan asusila yang dia lakukan terhadap mahasiswinya.
AR terancam hukuman pidana penjara selama sembilan tahun, sesuai pasal yang disangkakan kepadanya, termasuk dinonaktifkan sebagai dosen dan jabatan fungsionalnya di FKIP Unsri.
R terancam pidana penjara maksimal 12 tahun dengan denda paling sedikit Rp500 juta dan maksimal Rp6 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Juncto Pasal 35 Undang-undang (UU) Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi juncto pasal 65 ayat (1) KUHP. Pasal itu disangkakan terhadap R karena sesuai dengan hasil penyidikan yang didukung alat bukti yang cukup.
Alat bukti yang disita berupa tiga gawai milik korban, satu gawai milik tersangka, nomor telepon milik korban dan R, serta satu eksemplar tangkapan layar pesan singkat percakapan via jejaring media sosial.
Dalam barang bukti berupa pesan singkat itu, tersangka R mengajak korban untuk melakukan panggilan video seks dan menyuruh korban membuka pakaian dalam bagian atas. Selanjutnya, R juga mengatakan bahwa dia membayangkan tubuh korban hingga nafsu birahinya terpuaskan.
Akibat kasus dugaan pelecehan seksual itu, rektorat Unsri mengambil sikap dengan menonaktifkan R dari jabatannya sebagai Kepala Program Studi Jurusan Manajemen FE Unsri. (ant)