Kesimpulan Sementara KNKT Penyebab Kecelakaan Maut Bus di Bantul
- Fajar Sodiq/VIVA.
VIVA – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) masih terus melakukan investigasi terkait penyebab kecelakaan bus wisata PO Gandhos Abadi di Bantul yang menyebabkan 13 korban meninggal. Untuk kesimpulan sementara, KNKT menyebut jika penyebab kecelakaan faktor angin tekor yang membuat rem tidak berfungsi.
Kecelakaan maut terjadi di Bukit Bego, Pedukuhan Kedungbuweng, Kalurahan Wukirsari, Kapanewon Imogiri, Bantul menewaskan 13 orang meninggal dan 21 orang dirawat di rumah sakit. Bus itu menabrak tebing. Dugaan sementara, rem bus itu blong saat jalanan turun dan berkelok.
PLT Sub Komite LLAJ KNKT, Achmad Wildan menjelaskan temuan faktual di lapangan. Di mana dirinya mengikuti rute bus dari Tebing Breksi ke lokasi kecelakaan. Pihaknya menemukan fakta bahwa jalanan di tempat itu cukup berbahaya untuk bus besar.
“Kami akan merekomendasikan terkait road hazard maping, pemetaan bahaya rute lintasan wisata di DIY seperti apa. Kami akan sampaikan ke Dishub DIY dan Bina Marga DIY, “ jelas dia saat ditemui di Kantor Dishub Solo, Selasa, 8 Februari 2022.
Tak cuma menemukan fakta lintasan berbahaya, KNKT juga memeriksa kendaraan yang terlibat kecelakaan itu. Pemeriksaan itu meliputi sistem remnya, salurannya, air tank, kompresor.
“Semuanya masih berfungsi normal. Artinya kendaraan ini secara teknis bisa ngerem, enggak ada masalah dengan sistem pengereman,“ tegas Wildan yang juga merupakan Senior Investigator KNKT.
KNKT kemudian melakukan pemeriksaan roda. Pihaknya menemukan fakta kondisi roda berfungsi dengan baik. Selain itu juga kanvas dan tromol rem dalam kondisi normal dan tidak ada masalah.
“Jadi nggak ada masalah di sistem rem, sistem roda. Secara teknis, harusnya mobil ini tidak ada masalah untuk mengerem, “ jelasnya.
Dalam melakukan investigasi KNKT juga meminta keterangan dari pendamping sopir. Dari hasil keterangannya itu diketahui bahwa sopir saat mengemudikan bus di jalur yang menurun itu menggunakan gigi tiga. Padahal kontur jalan menurun terus dan berkelok-kelok.
“Dengan gigi tiga bus itu mendorong melakukan kecepatan tinggi. Bukan karena perputaran mesin tapi gaya gravitasi bumi. Jadi pengemudi tidak ngegas sama sekali,” ujar dia.
Karena bus melaju dengan kecepatan tinggi lanjutnya, sopir selalu mengerem untuk menghindari tikungan. Pada titik menjelang bus jatuh, sopir kesulitan mengerem karena kondisi angin berkurang.
“Pengemudi kesulitan mengerem karena anginnya tekor. Kemudian dia coba memindahkan gigi dari tiga ke dua. Itu hal yang enggak mungkin terjadi, sehingga dia masuk netral. Ketika masuk netral, sopir panik dan belum sempat menarik hand break, mobil sudah kehantam ke tebing, “ urainya.
Menurutnya, kesulitan pengereman yang dilakukan pengemudi bukan karena malfungsi kendaraan tetapi faktor angin tekor. Sistem rem peneumatik ini tidak boleh dalam kondisi anginnya kurang dari enam bar.
“Seperti kejadian kecelakaan di Balikpapan, truk dalam kondisi lima bar, dia tidak bisa mengerem lagi. Nha (kecelakaan di Bantul), saya enggak tahu, karena pengemudinya sudah enggak ada. Jadi saya enggak bisa tanya-tanya, “ ujarnya.