Kisah Pasangan Muda Tinggalkan Kota Demi Mendidik Anak Pelosok Papua
- bbc
"Ceritanya dipilih yang dekat dengan anak-anak. Tidak ada cerita tentang kereta api karena di sini tidak ada kereta, tapi misalnya menceritakan tentang kus kus," jelas Putri.
Hasilnya, kata dia, anak-anak tersebut menunjukkan perkembangan belajar yang baik.
"Kami pikir enggak adil melabeli anak cerdas atau tidak karena kemampuan membaca atau berhitung dalam bahasa yang bukan bahasa ibu mereka," ujar dia.
`Jangan paksa mereka berhitung dengan 10 jari`
Selain soal bahasa, pendekatan serupa juga berlaku ketika Adit dan Putri mengajarkan cara berhitung kepada murid-murid mereka.
Tidak ada satu pun anak-anak yang memahami cara berhitung dengan konsep 10 jari, termasuk menggunakan tanda tambah atau kurang.
Masyarakat Kosarek ternyata memiliki cara sendiri dalam mengidentifikasi angka secara verbal.
Angka disimbolkan oleh bagian-bagian tubuh, dengan total mencapai 27. Sebagai contoh, angka tiga disimbolkan oleh jari tengah, bukan tiga jari yang diangkat secara bersamaan.
"Konsep numerasi itu sudah ada. Tapi ketika itu di bahasa Indonesia, pakai simbol 1, simbol 2, lambang tambah, kurang, mereka tidak mengerti karena itu bukan makanan mereka, bukan bahasa mereka, di sini tidak ada tulisan. Semua budaya verbal," jelas Adit.
Itu menyadarkan Adit dan Putri, bahwa mereka tidak bisa memaksakan konsep berhitung dengan 10 jari, tanpa pendekatan berhitung yang selama ini mereka kenal.
Baca juga:
Lulus kuliah di usia senja, `Belajar membuat Anda 20 tahun lebih muda`
`Jurang si kaya dan si miskin bakal makin lebar akibat ketimpangan pendidikan saat pandemi`
Kisah guru buka `sekolah online` agar murid perempuan Afghanistan bersekolah lagi setelah dilarang Taliban
Mereka kemudian mencoba menggunakan kartu bergambar posisi jari atau bagian tubuh yang menunjukkan angka dalam bahasa Mek.
Dengan cara itu, anak-anak ternyata menunjukkan kemampuan yang mengesankan mengenali konsep angka.
Hal itu lagi-lagi membuktikan bahwa setiap anak memiliki kecerdasan masing-masing di luar suku dan latar belakang mereka.
"Ternyata konsep budaya setempat lewat pendidikan kontekstual dan akar rumput terbukti lebih aktif untuk mentransfer ilmu modern di tengah masyarakat tradisional," kata dia.