Ada Perkawinan Sedarah, Ini 5 Fakta Unik Suku Polahi Gorontalo

Suku Polahi Gorontalo
Sumber :
  • Instagram @seaaypee_

VIVA – Suku Polahi Gorontalo merupakan salah satu suku yang termasuk masih primitif yang berada di pedalaman Gorontalo. Suku ini dikenal dengan budaya perkawinan sedarah, yang tidak biasa bagi masyarakat umum. Namun bagi suku itu, pernikahan sedarah merupakan hal yang lumrah dan sah dilakukan.

Menyambut Hari Tata Ruang Nasional : Pentingnya Perencanaan Tata Ruang untuk Masa Depan Indonesia

Bahkan budaya yang yang ada dalam suku itu sempat menggemparkan publik. Terdapat beberapa fakta-fakta dalam suku Polahi yang mungkin kamu belum ketahui, sehingga kita akan membahasnya. Lantas, mengapa bisa ada budaya perkawinan sedarah? Mengutip dari ijmmu.com, berikut ini fakta-fakta yang ada dalam suku Polahi Gorontalo

Budaya perkawinan sedarah

Langkah Tegas Pemerintah dalam Memerangi Judi Online di Indonesia: Bagaimana Kolaborasi Dijalankan?

Dalam Suku Polahi Goorntalo terdapat budaya yang tidak biasa dan tidak umum yakni ada budaya perkawinan sedarah. Masyarakat dalam suku tersebut dapat menikah dengan sesama anggota keluarganya yang masih memiliki ikatan darah sendiri secara bebas. Sistem perkawinan sedarah ini diketahui sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda dan bahkan masih ada sampai sekarang. Budaya tersebut juga mungkin akan tetap ada selama pola pikir masyarakat Suku Polahi sendiri belum berubah. 

Budaya perkawinan sedarah ini telah dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat Suku Polahi. Berdasarkan hasil penelitian penikahan sedarah ini bukanlah soal adat, tapi karena kurangnya pengetahuan masyarakat Suku Polahi mengenai pergaulan sesama golongan. Sehingga mereka melakukan perkawinan sedarah dengan anggota keluarga mereka sendiri karena tidak tahu dampak dari bahaya yang dapat ditimbulkan dari hal tersebut bagi keturunannya nanti. 

Budi Gunawan Kutip Piagam Madinah di Rakornas Pemerintah

Awal mula Suku Polahi

Menurut cerita yang beredar, masyarakat suku Polahi adalah masyarakat yang tidak ingin ditindas dan dijajah oleh Belanda pada masa penjajahan, sehingga mereka membentuk sebuah kelompok dan melarikan diri ke hutan. Di pedalaman hutan Boliyohuto di Provinsi Gorontalo lah suku Polahi hidup secara nomaden. Berdasarkan catatan sejarah, suku Polahi merupakan masyarakat buronan pada zaman Belanda. Hingga Indonesia merdeka mereka tetap tinggal di sana dan menganggap orang luar adalah penjajah. Maka dari itu mereka dikenal primitif. 

Bahasa suku Polahi

Masyarakat suku Polahi terlahir di tengah pegunungan yang jauh dari kebisingan dan keramaian manusia serta kendaraan. Diketahui sejak mereka lahir hingga dewasa, bahasa yang digunakan adalah bahasa tradisional dari daerah Gorontalo atau disebut bahasa hulonthalo. Dengan bahasa hulonthalo ini, warga Polahi hanya dapat beradaptasi dengan penduduk desa. Mereka tidak lancar menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. 

Agama dan Keyakinan suku Polahi

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan terhadap suku Polahi Gorontalo, mereka diketahui tidak menganut agama atau keyakinan apapun. Mereka hanya menjalani hidup mereka tanpa memikirkan keyakinan apa yang harus dianut. 

Menurut cerita Putri Gorontalo Utara yang telah menjadi istri raja (Kepala Suku Polahi) ke-3 memberitahukan, mereka tidak mengerti agama, tetapi mereka diberitahu sedikit demi sedikit tentang larangan memakan hewan yang dilarang dalam agama. Misalnya seperti babi, ular dan lain sebagainya yang biasanya menjadi santapan suku Polahi ketika berburu binatang buas. Hal itu dikarenakan latar belakang putri (istri Raja) sebagai warga desa yang beragama Islam. Ia memberi pengertian kepada suku Polahi mengenai binatang apa saja yang dilarang untuk dimakan di dalam Islam. 

Suku Polahi di Era Digital

Karena masih termasuk dalam masyarakat yang primitif, suku Polahi Gorontalo tidak mengetahui perkembangan zaman seperti era digital sekarang ini. Diketahui bahwa mereka tidak mengerti bagaimana cara menggunakan handphone atau ponsel pintar. Mereka hanya melihat gambar saja namun tidak bisa mengoperasikannya. Hal itu diketahui saat sebuah studi dilakukan di suku Polahi Gorontalo dalam penelitian. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya