Kasus Pungli, Kejati Banten Sita Rp1,1 Miliar dari Bea Cukai Soetta
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA –Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten menggeledah kantor Bea Cukai Tipe C Soekarno Hatta, Kamis, 27 Januari 2022, atas dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau pungli terhadap perusahan jasa titipan di bandara Soekarno-Hatta yang dilakukan oleh oknum pegawai Bea Cukai kantor pelayanan utama Soekarno-Hatta.
Seperti diketahui, Kejaksaan Tinggi Banten telah meningkatkan status penyidikan kasus pemerasan oknum petugas Bea Cukai Soekarno-Hatta pada 26 Januari 2022.
Tim Kejati Banten yang dipimpin Asisten Pidana Khusus Iwan Ginting berjumlah 5 orang itu menyitasejumlah dokumen dan barang bukti di Kantor Pelayanan Umum Ditjen Bea Cukai Tipe C Soekarno-Hatta.
Penyitaan dilakukan setelah mendapatkan penetapan izin dari Pengadilan Negeri Tangerang.
Dalam kegiatan penyitaan tersebut pihak Bea Cukai Soetta kooperatif dalam memberikan dokumen-dokumen yang diperlukan, sehingga berjalan lancar.
Adapun yang berhasil disita dalam kegiatan tersebut adalah uang sejumlah Rp1.169.900.000, 1 koper berisi dokumen-dokumen terkait perkara. Semua uang dan dokumen yang disita akan dijadikan barang bukti dalam kasus pemerasan oknum Bea Cukai Soekarno-Hatta.
"Pada hari ini juga tim Penyidik sedang memeriksa 4 (empat) orang saksi dari pihak swasta untuk dimintai keterangan di ruang riksa tindak pidana khusus," kata Kasi Penkum Kejati Banten, Ivan H Siahaan, berdasarkan keterangan pers yang diterima.
Proses penyitaan tersebut dilakukan selama kurang lebih 2,5 jam. Selanjutnya Tim Penyidik kembali ke kantor Kejati Banten.
Kasus dugaan pungli oknum ASN Bea Cukai Soekarno-Hatta terhadap perusahaan jasa kurir ini dilaporkan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) ke Kejaksaan Tinggi Banten. Kordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan dugaan pemerasan atau pungli yang dilakukan oleh oknum Bea Cukai di Bandara Soekarno Hatta Tangerang terjadi pada bulan April 2020 hingga bulan April 2021 atau tepatnya selama setahun.
Menurutnya, dugaan pemerasan/pungli tersebut dilakukan dengan modus melakukan penekanan kepada sebuah perusahaan jasa kurir ( PT. SQKSS). Dugaan Penekanan untuk tujuan pemerasan/pungli tersebut berupa ancaman tertulis maupun verbal/lisan.
"Oknum tersebut diduga meminta uang setoran sebesar Rp5.000 per kilogram barang kiriman dari luar negeri akan tetapi pihak perusahaan jasa kurir hanya mampu memberikan sebesar Rp1.000 per kilogram dan oleh sebab itu usahanya terus mengalami gangguan selama satu tahun, baik verbal maupun tertulis," kata Boyamin.
Ia mengatakan, meskipun perusahaan telah melakukan pembayaran dugaan pemerasan atau pungli, menurut oknum tersebut jumlah yang dibayarkan di bawah harapan sehingga akan ditutup usahanya meskipun berulang kali perusahaan telah menjelaskan kondisi keuangan sedang sulit karena terpengaruh kondisi COVID-19 .
"Oknum tersebut dengan inisial AB merupakan pejabat bea cukai setingkat eselon III dengan jabatan sejenis kepala bidang, dan inisial VI merupakan pejabat setingkat eselon IV dengan jabatan sejenis kepala seksi di kantor Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta Tangerang," kata Boyamin dalam keterangan tertulisnya.
Ia mengatakan, modus dugaan pemerasan atau pungli itu, terlapor menelpon dan meminta pertemuan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta Timur, untuk menghilangkan jejak terlapor pada saat pertemuan meminta agar nomor handphone orang keuangan dan stafnya yang terlibat dalam penyerahan uang selama setahun diserahkan dan diganti nomor karena takut disadap.
"Diduga melalui hubungan telepon, terlapor ke pengurus perusahaan, telah meminta pembayaran segera dilaksanakan penyerahan uang dan akhirnya terlaksana penyerahan uang dugaan nominal sekitar Rp1,7 miliar," kata Boyamin.
Ia mengatakan, dugaan korban pemerasan atau pungli terdapat beberapa perusahaan di Bandara Soekarno Hatta, namun yang terdapat bukti awal yang cukup baru satu perusahaan, korban-korban lain memilih diam dikarenakan mempertahankan kelangsungan usahanya.
"MAKI akan mengawal laporan ini dalam bentuk mengajukan gugatan praperadilan apabila mangkrak proses penanganannya," kata Boyamin