Selain Orangutan, Ini Koleksi Satwa Liar Milik Bupati Langkat
- Istimewa
VIVA – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Utara menyita dan mengevakuasi sejumlah satwa liar dilindungi milik koleksi Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin. Satwa liar itu dievakuasi dari rumah Terbit Rencana di Desa Raja Tengah, Kuala, Kabupaten Langkat, Selasa kemarin, 25 Januari 2022.
Satwa liar dilindungi tersebut yakni satu individu Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) jantan. Satu individu Monyet Hitam Sulawesi (Cynopithecus Niger). Satu Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus). Dua individu Jalak Bali (Leucopsar Rothschildi) dan dua individu Beo (Gracula Religiosa).
Plt Kepala BKSDA Sumut, Irzal Azhar menjelaskan penyitaan satwa liar dilindungi itu, berdasarkan informasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
"Selanjutnya, KLHK melalui BKSDA Sumut berkoordinasi dengan penyidik KPK yang berada di lokasi. Setelah disepakati, petugas kemudian mengevakuasi satwa-satwa tersebut," kata Irzal kepada wartawan di Medan, Rabu 26 Januari 2022.
Selain KPK, Irzal mengungkapkan pihaknya juga bekoordinasi dengan Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Wilayah Sumatera. Kemudian, lembaga mitra kerjasama Balai Besar KSDA Sumatera Utara Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Center (YOSL-OIC).
"Untuk Orangutan di Pusat Karantina dan Rehabilitasi Batu Mbelin, Sibolangit. Selanjutnya, Orangutan itu akan dirawat dan direhabilitasi, sebelum dikembalikan ke habitatnya setelah dilakukan kajian kesiapan satwa untuk dapat dilepasliarkan," jelas Irzal.
Sementara itu, Monyet Hitam Sulawesi, Elang Brontok, Jalak Bali dan Beo, dievakuasi ke Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Sibolangit. Irzal mengatakan pihaknya sedang melakukan proses hukum terhadap temuan hewan dilindungi itu.
Dia menjelaskan semua satwa yang dimiliki Terbit Peranginangin merupakan jenis satwa yang dilindungi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
"Jo Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar Jo Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/ 12/2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi," sebut Irzal.
Adapun Pasal 21 ayat 2a Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 mengatur bahwa setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.
Kemudian, Pasal 40 ayat 2 mengatur pula: barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.
"Selanjutnya untuk proses hukumnya diserahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum Wilayah Sumatera," tutur Irzal.