Soal Zoom Meeting Rahmat Effendi dari Rutan, Ini Respons KPK
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Komisi Pemberantasam Korupsi (KPK) akhirnya menanggapi kunjungan daring yang dilakukan tersangka kasus korupsi Rahmat Effendi alias Pepen yang sedang mendekam di Rutan KPK.
Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri membenarkan peristiwa yang dilakukan oleh Pepen, selaku mantan Wali Kota Bekasi yang terjerat kasus suap di Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.
"Benar, peristiwa tersebut terjadi hari ini (Kamis) di Rutan Gedung Merah Putih KPK," ujar Ali dalam keterangannya, Kamis 20 Januari 2022.
Baca juga: Data Bank Indonesia Bocor, Bareskrim Akan Segera Lakukan Ini
Ali menyebutkan jika KPK memberikan hak setiap tahanan di Rutan KPK untuk dapat dikunjungi keluarga maupun penasihat hukumnya. Kunjungan tersebut sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dan juga seizin tim penyidik.
Namun, karena pandemi COVID-19 yang masih melanda Tanah Air, lembaga antirasuah itu melakukan beberapa penyesuaian layanan, salah satunya adalah kunjungan terhadap tahanan.
Menurut Ali, kunjungan tersebut tetap mengacu pada prosedur dan tata cara sebagaimana diatur dalam PP Nomor 58 Tahun 1999, tentang Syarat-syarat dan Tata Cara Pelaksanaan, Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan.
"KPK juga telah membuat ketentuan tentang tata cara kunjungan tahanan di Rutan KPK yang disosialisasikan kepada setiap tahanan," sebutnya.
Terkait pertemuan virtual yang dilakukan Pepen bersama sejumlah kader Partai Golkar dan sejumlah tokoh masyarakat, KPK sangat menyayangkan hal itu. Karena itu, KPK akan melakukan evaluasi terhadap tahanan maupun pihak Rutan KPK agar pelayanan tetap merujuk pada pedoman yang berlaku.
"Kami akan evaluasi para tahanan dan petugas rutan untuk tetap melayani sesuai ketentuan dan prosedur yang ada, serta tetap mengedepankan pelayanan prima sebagai hak dari tahanan," ungkap Ali.
Sebelumnya beberapa foto dan video beredar memperlihat Rahmat Effendi alias Pepen melakukan zoom meeting dari Rutan KPK. Pepen terlihat berbincang dengan sekitar 12 orang yang diduga anggota kader Partai Golkar.