Pakar Sarankan Nasabah Asuransi Selesaikan Sengketa Lewat LAPS
- FOTO ANTARA/Galih Pradipta
VIVA – Nasabah aruransi disarankan menyelesaikan persoalan melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS). Lembaga ini dinilai bisa memberikan solusi dari sengketa antara nasabah pembeli produk unit link dan perusahaan asuransi.
Demikian disarankan pengajar Ilmu Hukum dan praktisi Grace Bintang Hidayanti Sihotang. Dia mengatakan penyelesaian lewat LAPS cocok untuk nasabah yang ingin meminta pengembalian uangnya.
Menurutnya, dengan LAPS selain lebih efisien dari waktu, biaya juga bisa ditekan dibandingkan menempuh lewat pengadilan. LAPS juga dianggap memudahkan masyarakat dalam menyelesaikan persoalan dengan industri di bidang keuangan.
"Nasabah dapat mengajukan proses penyelesaiannya sendiri-sendiri di LAPS. Karena kalau mengajukan gugatan ke pengadilan, biayanya juga tidak sedikit," kata Grace, dalam keterangannya, Senin, 17 Januari 2022.
Grace menambahkan, dalam sengketa nasabah dan perusahaan asuransi juga biasanya tak bisa diselesaikan lewat gugatan kelompok. Alasannya, karena fakta materiilnya berbeda-beda.
Dia bilang bila mau dilakukan proses gugatan class action maka mesti masuk terlebih dahulu ke pengadilan. Pun, bila fakta materiilnya tak sama maka nasabah tak bisa mengajukan gugatan kelompok.
Menurut dia, dari beberapa contoh kasus yang dialami nasabah asuransi dengan beberapa perusahaan tak mencapai titik temu. Misalnya nasabah dengan PT Prudential dan PT AIA Financial Indonesia.
Dalam persoalannya, nasabah menuntut pengembalian dana premi para nasabahnya 100 persen dari polis unit link yang dibelinya.
"Nah, dalam kasus sengketa para nasabah dan perusahaan asuransi ini, fakta materiilnya berbeda-beda antara satu nasabah dengan yang lainnya," jelas Grace.
Grace mencontohkan, ada nasabah yang mengalami masalah tanda tangan hingga ilustrasi polis. Menurut dia, hal ini yang membuat fakta materiilnya berbeda-beda. Sebab, setiap nasabah nanti dalam persoalannya punya bukti sendiri-sendiri.
Kemudian, ia mengatakan perjanjian antara nasabah dan perusahaan asuransi juga masuk kategori ranah hukum private, bukan publik. Sementara, gugatan kelompok lebih masuk ke ranah hukum publik.
Dia menceritakan pengalaman pribadinya yang mendampingi nasabah dalam sengketa menghadapi perusahaan asuransi. Kata dia, masih banyak nasabah yang tak paham dan tak memiliki bukti kuat kesalahan yang dilakukan perusahaan asuransi.
"Bahkan sebagian nasabah sudah menutup polis asuransinya jauh sebelum adanya model penjualan asuransi secara bancassurance di Indonesia," tuturnya.
Hal senada dikatakan pakar asuransi Irvan Rahardjo. Dia menekankan, persoalan yang dihadapi para nasabah dan perusahaan asuransi sebenarnya bisa diselesaikan secara damai.
Menurut dia, cara damai bisa diterapkan dengan syarat komunikasi kedua belah pihak berjalan dengan baik. Apalagi, kata dia, biasanya para nasabah ingin menyelesaikan masalahnya secara kolektif.
"Padahal, cara ini akan semakin memperlambat proses penyelesaian. Deteksi permasalahan yang ada harus dilakukan kasus per kasus dan bukan secara kolektif seperti pendekatan yang ditempuh nasabah saat ini," tuturnya.