Ribuan Pengungsi di Semeru Menanti Kepastian Relokasi
- bbc
Ribuan jiwa yang tersebar di ratusan tiengungsian di tiga kecamatan di Kajang, Jawa Timur, kini sedang menanti relokasi rumah setelah tempat tinggal mereka musnah dilalap guguran awan panas Gunung Semeru pada akhir 2021 lalu.
Sejumlah keluarga pasrah dengan relokasi rumah yang masih pada tahap awal pembangunan hunian sementara atau huntara. Namun, ada pula yang menolak relokasi karena beragam alasan.
BNPB dan pakar vulkanologi, Surono, mengimbau agar pengungsi bersedia direlokasi karena area yang terdampak langsung erupsi Semeru akan terdampak lagi di masa depan.
Menurut Surono, relokasi adalah hal yang krusial karena bencana alam yang menimbulkan korban jiwa dan berulang kali terjadi di Semeru dan wilayah rawan lainnya di Indonesia dipicu oleh pengelolaan tata ruang yang salah.
Sementara itu, pemerintah setempat tidak bisa memberi kepastian jadwal relokasi. Namun, yang pasti, menurut Plt. Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari, kebutuhan warga akan dipenuhi.
Nasib para pengungsi
Tahun berganti, pengungsi erupsi Gunung Semeru masih bertahan di pengungsian dan mengandalkan bantuan untuk keperluan sehari-hari.
"Alhamdulillah, bantuan sembako banyak. Kalau ada bantuan uang dari donatur [kami pakai] untuk beli lauknya," kata Leni Marlina, warga Kecamatan Candipuro yang hingga saat ini rumahnya masih terendam lumpur vulkanik dan banjir.
Sementara, relokasi 2.000 rumah yang terdampak langsung guguran awan panas Semeru masih berada pada tahap awal pembangunan hunian sementara atau huntara. Adapun hunian tetap atau huntap akan dibangun setelahnya. Namun, kepastian jadwal relokasi belum tersedia.
"Kalau timeline saat ini masih dimatangkan oleh pemerintah daerah karena [proyek] ini berjalan dilakukan oleh satgas transisi darurat terutama bupati," kata Abdul Muhari Plt. Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB kepada BBC News Indonesia lewat sambungan telepon.
"Tapi yang pasti secepatnya, karena kita tidak mengharapkan masyarakat yang terdampak, tinggal terlalu lama di pengungsian."