Andreas DPR Minta Nadiem Kaji Prosedur Angkat Guru Besar di RI
- vivanews/Andry
VIVA – Anggota Komisi X DPR RI, Andreas Hugo Pareira mengatakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu mengkaji kembali prosedur pengangkatan guru besar di Indonesia. Menurut dia, kewajiban mempublikasi penelitian melalui jurnal internasional terindeks Scopus menjadi salah satu kendala kelulusan mahasiswa S3.
“Ini sangat birokratis dan seringkali terhambat karena rezim Scopus. Kita masuk dalam perangkap pada pengakuan Scopus,” kata Andreas saat dihubungi pada Kamis malam, 6 Januari 2022.
Tampaknya, ada keresahan sebagian besar kalangan dosen atau peneliti serta mahasiswa Program Doktor. Selain hasil riset yang memenuhi syarat, mereka juga harus merogoh biaya lebih dalam supaya karya ilmiahnya dapat indeks dari Scopus.
“Scopus ini tidak bertanggung jawab dan memberikan reward apapun untuk kepentingan pendidikan tinggi kita,” ujar Politisi PDI Perjuangan ini.
Namun, Andreas mengakui perguruan tinggi Indonesia tetap harus memiliki kriteria akademis dengan standar mutu dan kualifikaai nasional untuk mampu bersaing dalam skala global.
“Nah, ini yang harus menjadi pertimbangan Kemendikbud dalam menilai kualifikasi karya-karya ilmiah dari para akademisi kita. Jadi, tidak mengikuti jalur scopus, tidak berarti kita akan mengobral gelar profesor,” jelas dia.
Hal ini, lanjut dia, bisa berimplikasi pada saling curiga antar perguruan tinggi mengenai mutu dan kualifikasi gelar profesor antar perguruan tinggi dalam negeri. Kedua, hilangnya kepercayaan dunia pendidikan baik secara nasional maupun internasional terhadap kualifikasi dunia perguruan tinggi.
”Mengingat sangat beragamnya mutu dan standar kualifikasi perguruan tinggi kita saat ini,” ucapnya.
Diketahui, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menyepakati usulan melepaskan diri dari ketergantungan jurnal ilmiah yang harus terindeks internasional.
"Dan ini memang searah dengan merdeka belajar. Saya tidak menjanjikan policy seperti apa, tapi secara spesifik adalah otonomi universitas untuk menentukan itu," kata Nadiem.
Lebih penting lagi, universitas bisa merdeka secara finansial. Hal ini, kata dia, agar bisa membebaskan perguruan tinggi untuk mengangkat guru besarnya sendiri secara otonom.
"Alasan pemerintah sama universitas saling gak percaya karena universitas yang angkat guru besar yang bayar nanti pemerintah. Itu harus kita pecahkan dulu, kalau gak bakal mentok terus," terang dia.