KIPI Sulsel: Kematian Dua Warga Bone Tidak Terkait Vaksinasi COVID-19

Komite Daerah Penanggulangan dan Pengkajian Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (PP KIPI) Sulawesi Selatan dr Martira Maddeppungeng SpA (K) menyampaikan keterangan pers tentang kronologi kejadian kematian dua warga Bone di Makassar, Kamis, 6 Januari 2022.
Sumber :
  • ANTARA/Abd Kadir

VIVA – Komite Daerah Penanggulangan dan Pengkajian Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (PP KIPI) Sulawesi Selatan menyebutkan penyebab kematian dua warga di Bone, tidak terkait dengan vaksinasi COVID-19.

Komda KIPI Sulsel dr Martira Maddeppungeng SpA (K) di Makassar, Kamis, 6 Januari 2022, mengatakan kesimpulan ini diambil melalui kajian dan causality assessment bersama dengan Komite Nasional (Komnas) PP KIPI, BPOM, dan Kementerian Kesehatan.

"Kesimpulan penyebab kematian Almarhum Tuan S dan Almarhumah Pelajar (AW) tidak terkait vaksinasi COVID-19," katanya dalam jumpa pers di Kantor Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan.

Ia memaparkan S mendapat vaksinasi COVID-19 pertama pada 23 Desember 2021, memiliki riwayat hipertensi lama dari pemeriksaan tekanan darah yang didapatkan. Jadi, katanya, besar kemungkinan pasien tidak rutin minum obat dan tidak rutin kontrol ke dokter karena hasil tensinya cukup tinggi.

S sebelumnya dirawat inap empat kali karena sakit. Terakhir rawat inap dengan gejala pucat (Hb 4 gr/dl) dan nyeri lambung serta buang air besar warna hitam. Pada 24 Desember 2021, sekitar pukul 18.00 Wita, mengalami gejala pusing, ada muntah, mimisan, dan kesadaran menurun.

"Telah mendapat pertolongan dan dianjurkan rujuk ke RS namun keluarga menolak, dan pada 26 Desember 2021 sekitar pukul 07.00 Wita, bidan melaporkan Tuan S telah meninggal," katanya.

Petugas medis perlihatkan dosis vaksin COVID-19 Moderna (Foto ilustrasi).

Photo :
  • Fajar Sodiq/VIVA.

Sementara pelajar berinisial AW mendapat vaksinasi Sinovac dosis pertama pada 26 Oktober 2021 dan dosis kedua pada 23 November 2021 di Puskesmas Patimpeng, Bone.

Setelah melalui skrining tidak dijumpai adanya kontra indikasi. Pada 9 Desember 2021 (16 hari setelah vaksinasi), pasien berkunjung ke Poliklinik Puskesmas Salomekko dengan keluhan bengkak dan nyeri pada punggung belakang kanan dan mendapatkan pengobatan.

AW memeriksakan kesehatannya pada 13 Desember 2021 (20 hari setelah vaksinasi) dengan keluhan yang sama dan dokter puskesmas melanjutkan pemberian terapi obat Ibuprofen, dexametasone, dan vitamin C.

Ketum PSI Kaesang Pangarep Titip Pesan Ini saat Kampanyekan Andi Sudirman-Fatmawati di Sulsel

Anak itu mulai sesak namun ringan, pada 21 Desember 2021 (28 hari), pemeriksaan dokter puskesmas mendapatkan kondisi anak tampak sesak dengan saturasi 55 persen tanpa oksigen.

Dokter menduga anak mengalami efusi pleura. Riwayat anak pernah mengalami diare saat usia satu bulan, setelah itu orang tua memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak lebih lambat dibanding anak seusianya.

Vaksin HFMD Sudah Ada, Berapa Efikasinya untuk Cegah HFMD atau Flu Singapura?

Anak itu baru bisa berjalan tanpa bantuan saat usia tiga tahun, dan hingga kini AW tampak lebih kecil dan lebih pendek dari anak lain seusianya.

Dengan demikian, diambil kesimpulan, pertama, S memiliki tekanan darah tinggi yang diduga disertai komplikasi dengan pendarahan hidung dan darah merembes dari mulut saat kejadi di rumah. Sedangkan AW diduga mengalami penyakit jantung bawaan lahir. 

Vaksin HFMD atau Flu Singapura Kini Hadir di Indonesia

Kedua pasien sudah mendapatkan penanganan di rumah/puskesmas dan disarankan dirujuk ke RS untuk tatalaksana yang lebih optimal namun keluarga menolak. Kematian S dan AW, kata Martira, adalah koinsiden, tidak terkait dengan vaksinasi (inkonsisten). (ant)

Ilustrasi Kucing

10 Cara Cerdas Menghemat Biaya Perawatan Anabul di Rumah

Cara hemat merawat anabul dengan tepat! Temukan 10 tips cerdas untuk mengurangi biaya perawatan tanpa mengorbankan kesehatan dan kebahagiaan mereka.

img_title
VIVA.co.id
22 November 2024