Wali Kota Klaim Kasus Gizi Buruk dan Stunting di Surabaya Menurun
- ANTARA
VIVA – Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan bahwa tingkat kasus gizi buruk dan stunting--kekurangan gizi kronis yang menyebabkan pertumbuhan terganggu sehingga anak menjadi tengkes--pada balita di wilayahnya menurun pada 2021.
Di Kota Surabaya, Rabu, 29 Desember 2021, ia mengatakan bahwa jumlah anak dengan kondisi gizi buruk di ibu kota Jawa Timur itu turun dari 196 kasus pada 2020 menjadi 159 kasus saat memasuki tahun 2021.
Angka kasus stunting yang pada 2020 sebanyak 5.000 ribu lebih juga menurun menjadi 1.300 kasus setelah program pendampingan dilaksanakan mulai Oktober 2021.
Wali Kota mengatakan bahwa pemerintah kota bekerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi dalam melaksanakan pendampingan untuk mengatasi masalah gizi pada balita.
Perguruan tinggi yang menjadi mitra pemerintah kota dalam melakukan pendampingan meliputi Universitas Airlangga, Universitas Wijaya Kusuma, Universitas Hang Tuah, Universitas Widya Mandala, Universitas Nahdlatul Ulama, Universitas Muhammadiyah, Universitas Ciputra, dan Universitas Surabaya (Ubaya).
Pemerintah kota, katanya, menjalankan program-program pencegahan dan penanganan stunting dengan target angka kasus stunting bisa menjadi nol pada Januari atau Februari 2022.
Pemerintah kota menggerakkan kader PKK, kader KB, dan tenaga kesehatan yang ada di seluruh kecamatan dan kelurahan untuk mendata warga yang akan menikah, ibu hamil, dan keluarga dengan bayi baru lahir yang membutuhkan pendampingan.
Pemerintah kota juga menjalankan program Jago Ceting (Jagongan Cegah Stunting), upaya menemukan penyebab dan solusi masalah gizi dan stunting pada anak yang prakarsai oleh Ketua Tim Penggerak PKK Kota Surabaya Rini Indriyani.
Selain itu, pemerintah kota memberikan bantuan makanan tiga kali sehari serta vitamin dan susu bagi balita yang mengalami stunting.
"Ini dilakukan oleh Pemkot Surabaya hingga bayi tersebut dinyatakan lolos stunting berdasarkan tinggi dan berat badan minimal," kata Wali Kota.
Pemerintah kota juga mengadakan lomba penyusunan menu khusus bagi anak stunting.
"Anak-anak ini kebanyakan suka ngemil, jadi kami membuat menu baru yang disesuaikan dengan gizi anak tersebut. Akhirnya dalam tiga bulan ini, angka itu turun sangat drastis, karena permakanan dan gizinya mendapat pendampingan dari ahli gizi yang juga didampingi oleh perguruan tinggi," kata Eri. (ant)