Yahya Waloni Minta Video Ceramahnya yang Menyakiti Nasrani Dihapus

Yahya Waloni, terdakwa kasus penghasutan permusuhan dan SARA
Sumber :
  • Antara

VIVA – Terdakwa ujaran kebencian dan penistaan agama, Muhammad Yahya Waloni meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk menghapus konten video ceramahnya.

Yahya tidak ingin video ceramahnya yang berisi ujaran kebencian dan penistaan terhadap agama beredar di media sosial.

"Saya memohon kepada hakim yang mulia, semua konten video saya terkait ketersinggungan dan telah menyakiti dan telah melukai perasaan saudara-saudara saya kaum Nasrani tolong bekerja sama dengan Kominfo untuk dihapus," kata Yahya saat menyampaikan pembelaannya secara lisan dalam sidang pembacaan tuntutan secara virtual, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa.

Yahya Waloni usai dituntut oleh jaksa penuntut umum (JPU) tujuh bulan penjara dan denda Rp50 juta dengan subsider satu bulan kurungan, menerima tuntutan jaksa penuntut dan mengajukan pembelaan (pleidoi) secara lisan.

Dalam pembelaannya, penceramah kelahiran Manado tersebut mengakui perbuatannya, menyesali serta berjanji tidak akan mengulanginya. Siap menjalani segala bentuk hukuman yang akan dijatuhkan terhadap dirinya.

Pria lulusan S-3 tersebut mengaku khilaf, ujaran-ujaran kebencian dan mengandung unsur suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang disampaikan dalam ceramah-ceramah agama yang diunggah di media sosial, bukan berasal dari dirinya yang dibesarkan dengan pendidikan yang layak.

"Setelah saya mendengar, melihat dan sekaligus disadarkan oleh bareskrim, itu saya merasa itu bukan pribadi saya yang berbicara, saya merasa bodoh, merasa orang yang tidak berpendidikan," katanya pula.

Menurut Yahya, penjara menjadi universitas yang memberikannya pendidikan lagi tentang arti keberagaman dan menghormati pemeluk antarumat beragama.

Ini Solusi yang Ditawarkan 3 Cawagub untuk Atasi Banjir di Jakarta

Yahya mengaku bahwa perbuatannya telah melanggar etika publik, etika Pancasila, melanggar etik Undang-Undang Dasar 1945, bahkan Bhinneka Tunggal Ika.

Selama dipenjara, kata Yahya, dirinya menyadari satu hal, ketika menjadi seorang imam di dalam penjara, menjadi seorang khatib di dalam penjara, dan memimpin umat di dalam penjara yang diisi oleh berbagai macam lapisan di masyarakat dengan berbagai macam keberagaman dan keagamaan.

6 Desa Terdampak Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki Akan Direlokasi, Ini Alasannya

"Dan mereka senang kepada saya, bahkan saya baru menyadari arti dari pada kebersamaan itu, toleransi keberagaman, itu justru dari kesalahan yang saya lakukan," kata Yahya.

Yahya berjanji setelah bebas dari pidana penjara, akan kembali menjadi penceramah yang mendukung program pemerintah dan program kepolisian untuk memelihara persatuan serta kesatuan antarumat beragama di Indonesia.

Polri Lakukan Kegiatan Pemulihan Trauma ke Anak-anak Korban Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki

Ia juga berjanji tidak akan terlibat dalam kancah perpolitikan, tidak ingin terkontaminasi dengan berbagai isu politik.

"Karena tidak pantas saya sebagai seorang pendakwah untuk hidup dan bersama-sama ditunggangi dengan kepentingan-kepentingan politik," ujar Yahya Waloni.(Ant/Antara)

Jalur Car Free Day di Jalan Sudirman dekat Bundaran HI

Masa Tenang Pilkada, Car Free Day di Sudirman-Thamrin Tidak Diberlakukan pada 24 November 2024

Dalam Peraturan KPU ditetapkan bahwa masa tenang berlangsung selama tiga hari mulai dari tanggal 24 hingga 26 November 2024.

img_title
VIVA.co.id
22 November 2024