Motif Baru Herry Wirawan Perkosa 21 Santri Versi Psikologi Forensik
- Istimewa
VIVA – Nama Herry Wirawan (36) saat ini sedang menjadi sorotan publik usai dirinya melakukan kasus pemerkosaan terhadap puluhan santriwati di wilayah Bandung, Jawa Barat. Herry yang saat ini telah ditetapkan menjadi tersangka sudah memperkosa 21 santriwati dan 8 di antaranya telah melahirkan anak, serta dua orang lainnya tengah mengandung.
Perilaku bejat dari sang predator seks tersebut ternyata telah berlangsung sejak tahun 2016 silam. Akan tetapi, baru terungkap ke publik tahun 2021.
Dikabarkan bahwa Herry memerkosa puluhan santriwati tersebut di sejumlah tempat yang berbeda. Mulai dari Yayasan Tahfidz Madani, Yayasan Margasatwa Cibiru, Yayasan Komplek Sinergi Jl Nyaman Anatapani, apartemen di Jl. Soekarno-Hatta Bandung, sampai di beberapa hotel.
Nah, dalam kanal YouTuve VDVC talk episode Vois Podcats yang terbaru, Indy Rahmawati mengundang salah seorang Psikolog Forensik, Reza Indragiri untuk membicarakan mengenai kondisi psikologis pelaku yang sudah ditetapkan menjadi tersangka. Â
Lantas, Bagaimana Kasus Kejahatan Seksual Herry Wirawan Menurut Ahli Psikologi Forensik?
Menyebut Herry Wirawan sebagai Bangsat
Psikolog forensik, Reza Indragiri menyebut bahwa sang predator seksual tersebut adalah bangsat. Ia mengatakan bahwa mungkin kata tersebut terdengar kasar, tapi Reza berpikir bahwa Herry adalah pelaku kejahatan, kriminal, pedofil, dan predator. Sebutan-sebutan tersebut mewakili isi kepala dari seorang psikolog forensik, Reza Indragiri. Ia juga mengatakan sangat terwakili dengan sebutan kata bangsat tersebut.
Baru Terungkap Tahun 2021
Reza mengatakan bahwa ‘kegiatan’ tersebut berlangsung dalam sebuah situasi yang ideal. ‘Ideal’ untuk melakukan hal keji tersebut. Korban harus lebih waspada bahwa ada situasi-situasi yang memang ideal untuk berlangsungnya peristiwa kejahatan, termasuk kejahatan seksual. Lingkungan tersebut biasanya lebih tertutup, sehingga antara pelaku dan korban sedemikian eksklusif.
Korban Membungkam
Korban kejahatan, apalagi perempuan dan anak-anak, itu sempurna kelemahannya, menurut Reza dalam kanal YouTube VDVC talk. Kelemahan pertama adalah secara fisik, sehingga pelaku akan menganggap bahwa korban tidak akan melakukan perlawanan secara frontal karena masih anak-anak.
Selain itu, secara psikis juga anak-anak sangat mudah untuk diintimidasi, ditakut-ditakuti, diancam, atau sebaliknya lebih mudah dimanipulasi, dikelabui, dan mudah diiming-imingi. Kemudian, secara sosial tidak sedikit masyarakat yang mengatakan bahwa korban harus menyudahi hal tersebut karena umurnya masih panjang.
Bukan Motif Seksual
Reza Indragiri mengatakan bahwa motif pelaku bukanlah seksual, hanya perilakunya yang seksual. Ia menambahkan bahwa berdasarkan penelitian pada sekian banyak pelaku adalah motif penguasaan. Dengan kata lain, pelaku ingin menunjukkan, mengendalikan, mengontrol, menjahati korban dan korban tidak akan bisa meminta tolong kepada siapa saja.
Selain itu, riset mengatakan bahwa perbuatan kejahatan yang paling sulit untuk ditangani oleh pihak berwajib adalah kasus kejahatan seksual. Hal ini karena jarak waktu antara kejadian dengan momen saat mencari pertolongan itu cukup jauh. Dengan waktu yang cukup jauh tersebut, barang bukti hilang, korban mulai lupa kejadian tersebut, dan saksi pun sudah pergi entah ke mana.
Awalnya Tidak Setuju dengan Hukuman Kebiri
Dulu, saat pemerintah dan DPR RI tengah membahas tentang UU No. 17 Tahun 2016. Pemerintah dan DPR RI menyetujui bahwa kebiri adalah sebuah hukuman, Reza mengatakan bahwa dirinya sangat menolak dengan keputusan tersebut. Ia beranggapan bahwa seorang predator dikebiri secara paksa atau hukuman. Bukan membuat dia sembuh, tapi membuat pelaku menjadi psikopat. Â
Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, keluar PP No. 70 Tahun 2020. Reza mengatakan bahwa kebiri dalam Peraturan Pemerintah tersebut adalah yang sesuai dengan aspirasinya. Sebab, dalam PP No. 70 Tahun 2020, kebiri bukan diposisikan sebagai hukuman, tapi ditempatkan sebagai tindakan.
Hukuman Mati Paling Setimpal
Lebih lanjut dalam kanal YouTube VDVC talk, Reza mengatakan bahwa hukuman yang setimpal untuk pelaku kejahatan seksual adalah hukuman mati atau seumur hidup. Walaupun ia memilih hukuman mati, tapi sebelum hukuman tersebut dilakukan, harus ada sekian banyak hal yang harus dikenakan kepada orang tersebut. Misalnya adalah kewajiban restitusi atau ganti rugi kepada korban.
Untuk menyaksikan secara lengkap perbincangan dengan ahli psikologi forensik Reza Indragiri. Saksikan secara langsung melalui kanal YouTube VDVC talk yang dipandu oleh Indy Rahmawati dalam program Vois Podcast.