Dituntut Hukuman Mati, Heru Hidayat: Kezaliman yang Luar Biasa

Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat jadi tersangka kasus Jiwasraya
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

VIVA – Terdakwa Komisaris Utama PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat mengajukan pembelaan terhadap tuntutan mati yang diberikan oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus dugaan korupsi di PT Asabri. Heru merasa dizalimi dengan tuntutan tersebut.

Respons Kejagung soal Denda Damai untuk Koruptor

"Mengapa saya katakan tuntutan jaksa tersebut adalah suatu kezaliman yang luar biasa? Sebagaimana kita ketahui bersama, Pasal 2 ayat (2) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak pernah dicantumkan dalam Surat Dakwaan kepada saya," kata Heru dalam pledoinya yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 13 Desember 2021.

Pengadilan Tipikor/Ilustrasi.

Photo :
  • VIVA.co.id/ Edwin Firdaus
Vonis Kasus Korupsi Timah, Pengamat Sebut Tambang Pasti Merusak Asal Direklamasi

Heru menuturkan, Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor juga tidak ada saat penyelidikan kasus korupsi tersebut dimulai. Dia menilai Jaksa sudah melenceng saat menimbang tuntutan kasusnya.

"Lalu kenapa mendadak dalam surat tuntutan jaksa menuntut mati? Sementara dalam poin satu amar tuntutannya Jaksa menyatakan saya bersalah di Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor," kata Heru.

China Eksekusi Mati Li Jianping Koruptor Terbesar Dalam Sejarah Rp6,7 Triliun, Warganet Senggol Kasus Harvey Moeis

Heru meminta hukuman awalnya didasari dengan pasal yang digunakan saat dakwaan. Hukuman mati dipandang hanya menzaliminya sebagai terdakwa dalam kasus ini.

"Bukankah jaksa dalam persidangan ini seharusnya membuktikan dakwaannya? Bukankah seharusnya jaksa menuntut sesuai koridor dalam dakwaannya? Bukankah yang membuat persidangan ini ada adalah karena surat dakwaan jaksa? Sehingga jelas dalam perkara ini Jaksa telah melakukan tuntutan di luar koridor hukum dan melebihi wewenangnya," kata Heru.

Hakim diminta bijak memberikan vonis kepadanya. Heru berharap tidak divonis mati lantaran dinilai hukuman tersebut sangat zalim.

"Tuntutan mati yang dibacakan Jaksa minggu lalu adalah suatu bentuk 'abuse of power' yang sangat zalim. Kewenangan menuntut yang dimiliki oleh Jaksa malah digunakan dengan menyimpang dari koridor hukum," imbuhnya.

Diketahui, Heru Hidayat dituntut hukuman mati oleh Jaksa pada Kejaksaan Agung lantaran dinilai terbukti korupsi terkait PT Asabri.

Jaksa menilai hukuman itu pantas karena Heru juga terlibat dalam kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya. Dalam kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya, Heru dihukum penjara seumur hidup karena kerugian negaranya lebih dari Rp16 Triliun.

Selain itu, hukuman itu pantas diberikan ke Heru karena tindakan korupsi masuk dalam kejahatan luar biasa. Dia juga tidak mendukung pemerintah dalam membuat penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Dalam kasusnya, jaksa juga menilai tidak ada tindakan yang bisa meringankan hukuman Heru. Dalam kasus ini, Heru disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Lalu, dia juga disangkakan melanggar Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya