Komnas HAM Sebut Hukuman Mati Tidak Efektif Berantas Korupsi

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik menyebut hukuman mati tidak terbukti efektif bila diterapkan di Indonesia dalam memberantas korupsi. 

Vonis 6,5 Tahun Harvey Moeis, Mahfud: Kecil Sekali Bagi Garong Uang Negara Rp300 T

Menurut Taufan, hukuman mati mencederai prinsip hak asasi manusia (HAM). Maka itu, selayaknya hukuman mati tidak lagi diberlakukan sebagai solusi terakhir dalam upaya penegakan hukum di Tanah Air.

"Ya dalam perspektif hak asasi manusia, hukuman mati itu sudah harus dihapuskan. Jadi, gerakan global itu adalah gerakan penghapusan hukuman mati. Indonesia termasuk negara yang sudah didorong untuk menghapuskan hukuman mati, karena memang itu tidak sesuai dengan prinsip dan standar hak asasi manusia," kata Taufan kepada awak media, Jumat, 10 Desember 2021.

Hasto Merasa Penetapan Tersangka Kepadanya Politis, Begini Tanggapan Novel Baswedan

Taufan menekankan, selain mencederai prinsip hak asasi manusia, hukuman mati dnilai belum menimbulkan efek jera dalam upaya penegakan hukum di Indonesia.

"Contohnya ya, hukuman mati yang diberlakukan pada tidak pidana korupsi, tidak terbukti di negara-negara mana pun di dunia ini bahwa itu efektif untuk mengurangi praktik korupsi," kata Taufan.

Respons Kejagung soal Denda Damai untuk Koruptor

Demo kecam hukuman mati di Kedubes Arab Saudi, Jakarta.

Photo :
  • VIVA/Bayu Januar

Taufan mencontohkan negara-negara di Eropa, seperti Skandinavia, yang tingkat korupsinya sangat rendah. Hal itu bukan karena ancaman atau penerapan hukuman mati. Namun, disebabkan oleh praktik hukum yang bagus dan pembenahan sistem lebih baik.

Padahal, negara-negara Skandinavia sudah lama menghapuskan praktik hukuman mati. Tingkat korupsinya justru begitu rendah dikarenakan sistem keuangan negara yang dijalankan pemerintah sudah baik dalam hal pengawasan. 

Pun, sebaliknya, Taufan justru melihat negara-negara yang masih ngotot menerapkan hukuman mati dalam penegakan hukum, tingkat korupsinya tetap saja tinggi.

"Itu juga kaitannya dengan terorisme dan narkoba. Indonesia sudah menerapkan sekian banyak eksekusi hukuman mati kepada pelaku narkoba misalnya, tapi nyatanya tidak turun-turun kan penggunanya," kata Taufan.

Taufan mengatakan, dengan melihat bukti tersebut, kesimpulannya adalah tidak ada hubungan antara penerapan hukuman mati dan langkah yang efektif untuk mengurangi kejahatan luar biasa seperti korupsi, narkoba, dan terorisme.

"Itu tidak terbukti, bahkan untuk kasus terorisme, mereka senang dengan hukuman mati. Karena mereka ingin jihad dan ingin segera masuk surga (sesuai yakin mereka). Jadi, dengan hukuman mati, malah mereka senang. Itu berdasarkan pengakuan dari teman-teman BNPT dan Densus 88 ya," tuturnya.

Menurut Taufan, seharusnya pembenahan sistemnya yang diperbaiki. Misalnya dengan penguatan sistem pemidanaan dan pemberian hukuman yang maksimum. 

Sementara menyangkut terdakwa dugaan korupsi Asabri Heru Hidayat, yang dituntut mati, Taufan menyarankan agar jaksa tidak perlu lagi menerapkan tuntutan hukuman mati. 

Taufan melihat penegakan hukum yang demikian hanya sebatas pencitraan publik. Sesuatu yang kemudian bisa dibanggakan bahwa telah menuntut mati seseorang. Padahal, publik mengetahui pasal tuntutan yang dipakai jaksa juga bukan yang menerapkan hukuman mati. 

"Sebetulnya secara tidak eksplisit pemerintahan Jokowi, karena beberapa tahun terakhir kan sudah melakukannya, moratorium (penundaan) terhadap hukuman mati. Anehnya, kenapa diajukan lagi hukuman mati," jelasnya.
 

Budayawan Sujiwo Tejo dalam acara Menuju Pemilu tvOne.

Harvey Moeis Divonis 6,5 Tahun, Sujiwo Tejo: Konsisten Terapkan PPN 12 Persen

Budayawan, Sujiwo Tejo turut berkomentar terkait vonis Harvey Moeis dalam kasus pengelolaan tata niaga komoditas timah, yang hanya dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara.

img_title
VIVA.co.id
27 Desember 2024